Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mafia Peradilan Sudah Ada Sejak 40 Tahun Lalu

Kompas.com - 23/08/2012, 09:52 WIB
Susana Rita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Keberadaan mafia dalam sistem peradilan di Indonesia sebenarnya merupakan masalah klasik yang sudah ada bahkan sejak 40 tahun yang lalu. Meskipun menjangkiti peradilan sejak puluhan tahun, namun kondisi ini tak membaik dan bahkan kian memburuk dari waktu ke waktu.

Pendapat tersebut diungkapkan oleh praktisi hukum senior, Mohammad Assegaf, Rabu (22/8/2012) petang.

"Siapa yang melontarkan istilah mafia peradilan 40 atau 50 tahun lalu. Waktu saya aktif di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) pada 1971, Yap Thiam Hiem sudah teriak-teriak mengenai mafia ini. Saat itu, keberadaan mafia peradilan ini dibantah oleh Sudomo (salah satu menteri pada zaman Soeharto—red) yang mengungkapkan mafia cuma ada di Italia," ungkap Assegaf dalam perbincangan dengan Kompas.

Assegaf mengungkapkan, kondisi ini sudah menghinggapi aparat penegak hukum baik polisi, jaksa, hakim maupun pengacara. "Cuma kita ini kan selalu mengatakan bahwa pengadilan adalah benteng yang terakhir. Pengacara boleh nyogok, jaksa juga boleh, tapi kalau bentengnya kokoh, ya tidak masalah. Misalnya saja saya datang ke hakim mau mengatur perkara, tetapi saya diusir dan dimaki-maki. Lalu hakim ini mengumumkan bahwa pengacara ini berusaha menyogok. Kan habis juga nama si pengacara. Betapa hebatnya hal tersebut. Yang perlu diperkokoh memang hakimnya, karena hakim adalah tempat mencari keadilan," ungkap Assegaf.

Lelaki yang sudah beracara lebih dari 40 tahun itu mengungkapkan, memang terdapat persoalan etika yang diidap para pengacara. Meskipun demikian, ia masih memercayai bahwa jumlah advokat yang baik dan bermoral juga masih relatif banyak.

Terkait dengan peristiwa terakhir yaitu penangkapan dua hakim ad hoc Tipikor oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Assegaf menilai hal tersebut tidak akan terjadi apabila penjaringan hakim ad hoc dilakukan secara ketat dengan mengedepankan moral para calon selain segi keilmuan. Kerja pemberantasan korupsi oleh pengadilan Tipikor akan layak diapresiasi tanpa peduli seberapa banyak mantan advokat yang menjadi hakim ad hoc tipikor.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Reformasi yang Semakin Setengah Hati

Reformasi yang Semakin Setengah Hati

Nasional
Lemhannas Dorong Reaktualisasi Ketahanan Nasional Lewat 'Geo Crybernetic'

Lemhannas Dorong Reaktualisasi Ketahanan Nasional Lewat "Geo Crybernetic"

Nasional
Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Nasional
Sukseskan WWF 2024, Pertamina Group Paparkan Aksi Dukung Keberlanjutan Air Bersih

Sukseskan WWF 2024, Pertamina Group Paparkan Aksi Dukung Keberlanjutan Air Bersih

Nasional
ICW Dorong Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Kasus Nurul Ghufron, Sebut Putusan Sela PTUN Bermasalah

ICW Dorong Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Kasus Nurul Ghufron, Sebut Putusan Sela PTUN Bermasalah

Nasional
Anies Dinilai Sulit Cari Partai yang Mau Mengusungnya sebagai Cagub DKI Jakarta

Anies Dinilai Sulit Cari Partai yang Mau Mengusungnya sebagai Cagub DKI Jakarta

Nasional
PAN Klaim Dapat Jatah 4 Menteri, Zulkifli hingga Viva Yoga Mauladi

PAN Klaim Dapat Jatah 4 Menteri, Zulkifli hingga Viva Yoga Mauladi

Nasional
SYL Klaim Tak Pernah 'Cawe-cawe' soal Teknis Perjalanan Dinas

SYL Klaim Tak Pernah "Cawe-cawe" soal Teknis Perjalanan Dinas

Nasional
Ribut dengan Dewas KPK, Nurul Ghufron: Konflik Itu Bukan Saya yang Menghendaki

Ribut dengan Dewas KPK, Nurul Ghufron: Konflik Itu Bukan Saya yang Menghendaki

Nasional
Kemenag Kecewa 47,5 Persen Penerbangan Haji yang Gunakan Garuda Indonesia Alami Keterlambatan

Kemenag Kecewa 47,5 Persen Penerbangan Haji yang Gunakan Garuda Indonesia Alami Keterlambatan

Nasional
Klarifikasi Korps Marinir soal Kematian Lettu Eko, Akui Awalnya Tak Jujur demi Jaga Marwah

Klarifikasi Korps Marinir soal Kematian Lettu Eko, Akui Awalnya Tak Jujur demi Jaga Marwah

Nasional
Anies dan Sudirman Said Sama-sama Ingin Maju Pilkada DKI, Siapa yang Mengalah?

Anies dan Sudirman Said Sama-sama Ingin Maju Pilkada DKI, Siapa yang Mengalah?

Nasional
Bertolak ke Sumbar, Jokowi dan Iriana Akan Tinjau Lokasi Banjir Bandang

Bertolak ke Sumbar, Jokowi dan Iriana Akan Tinjau Lokasi Banjir Bandang

Nasional
Dititip Kerja di Kementan dengan Gaji Rp 4,3 Juta, Nayunda Nabila Cuma Masuk 2 Kali

Dititip Kerja di Kementan dengan Gaji Rp 4,3 Juta, Nayunda Nabila Cuma Masuk 2 Kali

Nasional
Jabat Tangan Puan dan Jokowi di Tengah Isu Tak Solidnya Internal PDI-P

Jabat Tangan Puan dan Jokowi di Tengah Isu Tak Solidnya Internal PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com