Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada Calon Ketua KPK yang Bernyali Besar?

Kompas.com - 19/06/2011, 19:00 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Diansyah mengatakan, calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus bernyali menuntaskan kasus-kasus besar yang merugikan uang negara dalam jumlah besar. Beberapa kasus besar itu di antaranya skandal Bank Century, kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia, dan rekening gendut Polri.

"Ini pekerjaan rumah (PR) besar untuk pimpinan KPK ke depan," kata Febri pada diskusi di Jakarta, Minggu (19/6/2011).

Febri mengatakan, saat ini kasus-kasus tersebut belum diselesaikan secara tuntas. Ia menambahkan, Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK atau Pansel KPK harus mampu memilih pimpinan lembaga antikorupsi yang fokus menangani kasus dugaan korupsi skala besar di sektor perbankan, pertambangan, dan penegakan hukum. Hingga saat ini, ICW belum melihat visi Pansel KPK dalam melakukan seleksi pimpinan KPK.

Menurut Febri, Pansel harus menetapkan visi dengan mempertimbangkan evaluasi KPK saat ini. Lembaga antikorupsi yang dipimpin Busyro Muqoddas ini dikritik masih menangani kasus dugaan korupsi skala menengah ke bawah. Komitmen para bakal calon pimpinan KPK dalam menuntakan kasus dugaan korupsi skala besar akan terlihat dalam proses pembuatan makalah.

"Sebaiknya Pansel tak memilih bakal calon pimpinan yang tak mempunyai konsep jelas atau hanya menjelaskan pemberantasan korupsi secara general saja," kata Febri.

Di samping itu, Febri juga mengingatkan agar Pansel KPK dapat menghasilkan calon-calon pimpinan yang berintegritas. Integritas ini, di antaranya, dapat dilihat melalui rekam jejak bakal calon, dan nilai kekayaannya.

"Pansel KPK jangan meloloskan calon yang memiliki kekayaan tak wajar. Pansel dapat menggunakan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara, dan juga investigasi. Pansel harus bekerja sama dan meminta keterangan dari KPK, Dirjen Pajak, dan PPATK," kata Febri.

Para calon pimpinan KPK juga tidak boleh memilih calon yang pernah tersangkut kasus korupsi di masa lalu. Jika demikian, calon pimpinan tersebut akan tersandera dengan masa lalunya. Tak menutup kemungkinan calon pimpinan tersebut juga akan menyandera KPK.

Isu lain tak kalah pentingnya, para calon pimpinan KPK juga harus mampu merealisasikan upaya pemiskinan koruptor. Hal ini dapat dilakukan dengan mengkombinasikan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dan UU Tindak Pidana Pencucian Uang.

"Penahanan dan penangkapan koruptor tak memberikan efek jera. Masa hukuman di LP bisa dikurangi melalui remisi atau bentuk lainnya," katanya.

Sebelumnya. Sekretaris Pansel KPK, Ahmad Ubbe, Kamis (16/6/2011) mengatakan, sudah 93 orang mendaftar. Komposisi pendaftaran adalah 27 persen dari kalangan advokat, 27 persen kalangan swasta, serta 25 persen pegawai negeri sipil (PNS) dan pensiunan. Sementara itu, dari kalangan akademisi 16 persen dan kalangan TNI-Polri sebesar 5 persen.

Adapun dari para pendaftar tersebut belum tercatat nama-nama pimpinan KPK saat ini ataupun mantan pimpinan KPK yang lalu. Hal itu termasuk juga dengan Ketua KPK Busyro Muqoddas. Hingga kini, namanya belum muncul dalam bakal calon pimpinan KPK periode 2011-2015.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

    Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

    Nasional
    Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

    Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

    Nasional
    7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

    7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

    Nasional
    Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

    Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

    Nasional
    Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

    Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

    Nasional
    Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

    Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

    Nasional
    BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

    BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

    Nasional
    Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

    Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

    Nasional
    Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

    Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

    Nasional
    Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

    Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

    Nasional
    Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

    Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

    Nasional
    Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

    Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

    Nasional
    Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

    Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

    Nasional
    Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

    Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

    Nasional
    Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

    Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com