Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada Sanksi Tambahan untuk Nazaruddin

Kompas.com - 24/05/2011, 14:16 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Marzuki Alie mengatakan, sanksi tambahan untuk mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin akan dibicarakan dalam rapat pimpinan Partai Demokrat yang digelar pekan mendatang.

Saat ini Dewan Kehormatan Partai Demokrat mencopot Nazaruddin dari posisinya sebagai bendahara umum. Alasannya, sejumlah kasus yang diduga melibatkan dirinya telah membuat Partai Demokrat berada dalam posisi yang tidak menguntungkan. Nazaruddin, misalnya, diduga terkait perkara suap Sesmenpora. Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD juga mengungkap soal uang sebesar 120.000 dollar Singapura yang tanpa alasan diberikan kepada Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi Djanedri Gaffar.

"(Sanksi tambahan) nanti dibicarakan di pimpinan, mungkin minggu depan," kata Marzuki singkat kepada wartawan seusai pertemuan antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Wapres Boediono, dan pimpinan lembaga negara di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (24/5/2011).

Marzuki mengatakan, pimpinan DPR juga akan membicarakan nasib Nazaruddin di parlemen. Saat ini ada dorongan publik agar Nazaruddin juga diberhentikan dari keanggotaannya di parlemen.

Sebelumnya, peneliti senior Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Tommi Legowo, menilai keputusan Dewan Kehormatan kurang tegas. Pasalnya, menurut dia, selama ini Nazaruddin diduga tersangkut dalam sejumlah kasus hukum dan kasus yang menyangkut etika anggota DPR.

"Seharusnya Dewan Kehormatan Demokrat, kalau ingin benar-benar melancarkan proses hukum, harus mencopot jabatan dia (Nazaruddin) sebagai anggota DPR. Anggota DPR itu adalah jabatan publik, dan kita lihat saja kasus-kasus Nazaruddin. Harusnya dia dilepaskan semua jabatannya," ujar Tommi di Galeri Kafe Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Selasa (24/5/2011).

Tommi menambahkan, sebagai mantan bendahara umum, Nazaruddin otomatis mengetahui banyak tentang peredaran uang Partai Demokrat. Dia menilai, hal tersebut merupakan alasan yang membuat Demokrat terkunci sehingga tidak dapat memberikan hukuman tegas bagi Nazaruddin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Idul Adha 2024, Ma'ruf Amin Ajak Umat Islam Tingkatkan Kepedulian Sosial dan Saling Bantu

    Idul Adha 2024, Ma'ruf Amin Ajak Umat Islam Tingkatkan Kepedulian Sosial dan Saling Bantu

    Nasional
    Jokowi, Megawati, hingga Prabowo Sumbang Hewan Kurban ke Masjid Istiqlal

    Jokowi, Megawati, hingga Prabowo Sumbang Hewan Kurban ke Masjid Istiqlal

    Nasional
    KIM Disebut Setuju Usung Ridwan Kamil di Pilkada Jakarta, Golkar: Lihat Perkembangan Elektabilitasnya

    KIM Disebut Setuju Usung Ridwan Kamil di Pilkada Jakarta, Golkar: Lihat Perkembangan Elektabilitasnya

    Nasional
    Isu Perombakan Kabinet Jokowi, Sandiaga: Saya Siap Di-'reshuffle' Kapan Pun

    Isu Perombakan Kabinet Jokowi, Sandiaga: Saya Siap Di-"reshuffle" Kapan Pun

    Nasional
    Hadiri Lion Dance Exhibition, Zita Anjani Senang Barongsai Bertahan dan Lestari di Ibu Kota

    Hadiri Lion Dance Exhibition, Zita Anjani Senang Barongsai Bertahan dan Lestari di Ibu Kota

    Nasional
    Timwas Haji DPR Ajak Masyarakat Doakan Keselamatan Jemaah Haji dan Perdamaian Palestina

    Timwas Haji DPR Ajak Masyarakat Doakan Keselamatan Jemaah Haji dan Perdamaian Palestina

    Nasional
    5 Perbaikan Layanan Haji 2024 untuk Jemaah Indonesia: 'Fast Track' hingga Fasilitas buat Lansia

    5 Perbaikan Layanan Haji 2024 untuk Jemaah Indonesia: "Fast Track" hingga Fasilitas buat Lansia

    Nasional
    Timwas Haji DPR Ingatkan Panitia di Arab Saudi untuk Selalu Awasi Pergerakan Jemaah

    Timwas Haji DPR Ingatkan Panitia di Arab Saudi untuk Selalu Awasi Pergerakan Jemaah

    Nasional
    Safenet Nilai Pemblokiran X/Twitter Bukan Solusi Hentikan Konten Pornografi

    Safenet Nilai Pemblokiran X/Twitter Bukan Solusi Hentikan Konten Pornografi

    Nasional
    Pastikan Keamanan Pasokan Energi, Komut dan Dirut Pertamina Turun Langsung Cek Kesiapan di Lapangan

    Pastikan Keamanan Pasokan Energi, Komut dan Dirut Pertamina Turun Langsung Cek Kesiapan di Lapangan

    Nasional
    Bersikeras Usung Ridwan Kamil di Jawa Barat, Golkar: Di Jakarta Surveinya Justru Nomor 3

    Bersikeras Usung Ridwan Kamil di Jawa Barat, Golkar: Di Jakarta Surveinya Justru Nomor 3

    Nasional
    Soal Tawaran Masuk Kabinet Prabowo-Gibran, Sandiaga: Lebih Berhak Pihak yang Berkeringat

    Soal Tawaran Masuk Kabinet Prabowo-Gibran, Sandiaga: Lebih Berhak Pihak yang Berkeringat

    Nasional
    PPP Tak Lolos Parlemen, Sandiaga: Saya Sudah Dievaluasi

    PPP Tak Lolos Parlemen, Sandiaga: Saya Sudah Dievaluasi

    Nasional
    Respons Menko PMK, Komisi VIII DPR: Memberi Bansos Tidak Hentikan Kebiasaan Berjudi

    Respons Menko PMK, Komisi VIII DPR: Memberi Bansos Tidak Hentikan Kebiasaan Berjudi

    Nasional
    Eks Penyidik Sebut KPK Tak Mungkin Asal-asalan Sita HP Hasto PDI-P

    Eks Penyidik Sebut KPK Tak Mungkin Asal-asalan Sita HP Hasto PDI-P

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com