Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Capres Independen Biaya Politik Tinggi

Kompas.com - 09/04/2011, 11:07 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan tidak setuju dengan wacana dibukanya kesempatan bagi calon presiden non-partai politik atau calon presiden independen. Wakil Ketua Fraksi PDI Perjuangan Arif Budimanta mengatakan, mekanisme pencalonan presiden independen akan menyebabkan biaya politik tinggi dan menimbulkan potensi politik uang.

Merujuk ketentuan UU, partai politik yang berhak mengajukan calon presiden minimal mendapatkan dukungan 20 persen suara sah di pemilu. "Jika kemudian dikonversikan kepada calon perseorangan, maka calon yang didukung harus mendapatkan minimal lebih dari 20 juta suara. Kemudian, mekanisme memerolehnya seperti apa?" kata Arif saat mengisi diskusi "Calon Presiden Tanpa Partai Politik", Sabtu (9/4/2011), di Jakarta.

Selain biaya politik tinggi, Arif menilai, calon presiden independen juga akan mengalami kesulitan dalam membangun komunikasi politik dan relasi antar kelembangaan tinggi negara khususnya DPR RI yang memiliki fungsi pengawasan, legislasi, dan anggaran. "Sementara, DPR itu merupakan representatif rakyat melalui keterwakilan partai politik. Artinya, infrastruktur DP merupakan unsur-unsur partai politik. Dalam tugasnya, presiden yang dari calon independen itu pasti berhubungan dengan legislatif, maka independensi akan sulit dijalankan," papar Direktur Eksekutif Megawati Institute ini.

Lagipula, menurutnya, ketentuan pencalonan presiden dan calon wakil presiden saat ini membuka peluang kombinasi antara calon parpol dan non parpol. Arif mencontohkan, pada pemilu 2004 terdapat konfigurasi parpol dan non parpol, misalnya pasangan Megawati-Hasyim Muzadi, Amin Rais-Siswono Yudhohusodo dan Hamzah Haz-Agum Gumelar. Demikian pula pada pemilu 2009 yang juga diikuti pasangan calon kombinasi parpol dan non parpol. "Jadi desakan amandemen khususnya ketentuan pemilihan presiden sangat tidak diperlukan saat ini," kata Arif.

Pertimbangan filosofis, politis dan sosiologis Peneliti Indo Barometer M Qodari menjabarkan, ada 3 aspek yang menjadi dasar perlu diberikannya peluang bagi calon presiden independen. Secara filosofis, menurut Qodari, setiap warga negara mempunyai hak untuk memilih dan dipilih.

"Dalam konstitusi pasal 27, setiap warga negara punya hak sama di depan hukum dan pemerintahan. Dan dalam kehidupan demokrasi perlu dibuka kesempatan publik untuk maju sebagai capres tanpa harus melalui parpol," kata Qodari.

Secara politis, kehadiran capres independen akan membuka gagasan atau ide-ide baru. "Persoalannya bukan menang atau tidak menang, tapi akan ada gagasan dan ide baru yang penting," ujarnya. Adapun secara sosiologis, capres independen dinilai cenderung didukung masyarakat Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pejabat Kementan Tanggung Sewa 'Private Jet' SYL Rp 1 Miliar

Pejabat Kementan Tanggung Sewa "Private Jet" SYL Rp 1 Miliar

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Nasional
Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Nasional
MK Jadwalkan Putusan 'Dismissal' Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

MK Jadwalkan Putusan "Dismissal" Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

Nasional
Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Nasional
Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Nasional
[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

Nasional
Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Nasional
Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Nasional
Menko Polhukam Harap Perpres 'Publisher Rights' Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Menko Polhukam Harap Perpres "Publisher Rights" Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Nasional
Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Nasional
Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Nasional
Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com