Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hasil Pilpres Bisa Diketahui Pukul 16.00

Kompas.com - 03/07/2009, 22:42 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Dalam Pilpres 2009 masyarakat tidak memerlukan waktu yang lama untuk mengetahui siapa yang akan menjadi presiden dan wakil presiden Republik Indonesia periode 2009-2014 karena pemenang Pilpres 2009 akan dapat diketahui pada pukul 16.00 saat hari pelaksanaan pilpres berlangsung.

Demikian dikatakan Ketua Asosiasi Riset Opini Publik Indonesia (AROPI) Denny JA seusai Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan yang diajukannya terhadap Pasal 188 Ayat 2, 3; Pasal 228; dan Pasal 255 UU 42/2008 terkait pelarangan publikasi penghitungan cepat (quick count) di hari pelaksanaan pilpres. "Akibat keputusan ini, masyarakat akan tahu hasil pilpres pukul 16.00," kata Denny di Gedung MK, Jakarta, Jumat (3/7).

Selain mengetahui siapa yang akan menjadi presiden dan wakil presiden periode selanjutnya, hasil penghitungan cepat tersebut juga akan memperlihatkan apakah Pilpres 2009 berlangsung satu putaran atau dua putaran. Karenanya, Denny mengaku berterima kasih kepada MK yang telah mengabulkan gugatannya terhadap pasal dalam UU 10/2008 yang melarang lembaga survei memublikasikan surveinya pada saat hari pelaksanaan pilpres.

Sebelum dibatalkan oleh MK, lembaga survei dilarang memublikasikan hasil penghitungan cepatnya (quick count) pada hari pelaksanaan pilpres berlangsung. Hal ini tertuang dalam Pasal 188 Ayat 3 UU 42/2008 yang berbunyi hasil penghitungan cepat dapat diumumkan dan atau disebarluaskan paling cepat pada hari berikutnya dari hari/tanggal pemungutan suara, yang mana jika dilanggar akan dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 3 bulan dan paling lama 12 bulan dan denda paling sedikit Rp 3.000.000 dan paling banyak Rp 12.000.000 sesuai dengan isi dari Pasal 228 UU 42/2008.

Selain itu, dalam Pasal 255 UU 42/2008 juga dikatakan setiap orang atau lembaga yang mengumumkan hasil penghitungan cepat pada hari/tanggal pemungutan suara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 18 bulan dengan denda paling sedikit Rp 6.000.000 dan paling banyak Rp 18.000.000. Setelah MK mengabulkan pembatalan pasal pasal tersebut, maka secara otomatis isi dari pasal pasal tersebut tidak berlaku lagi, dan lembaga survei diperbolehkan untuk menyampaikan hasil perhitungan cepatnya pada hari ketika pilpres berlangsung.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 22 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Nasional
Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Nasional
Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri 'Drone AI' Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri "Drone AI" Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Nasional
Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Nasional
Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Nasional
Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Nasional
Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Nasional
15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, 'Prof Drone UI' Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, "Prof Drone UI" Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

Nasional
Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan 'Hardware'

Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan "Hardware"

Nasional
Indonesia Harus Kembangkan 'Drone AI' Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Indonesia Harus Kembangkan "Drone AI" Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Nasional
Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Nasional
Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Nasional
9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

Nasional
Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com