JAKARTA, KOMPAS.com — Hasil penghitungan cepat sejumlah lembaga survei memperlihatkan bahwa hanya sembilan partai politik yang memenuhi parliamentary threshold 2,5 persen. Sebanyak 29 partai lain harus menerima nasib "satu koma" dan "nol koma" alias perolehan suaranya hanya berhenti di kisaran 0-1 persen. Lalu, bagaimanakah nasib suara-suara ini agar tak terbuang sia-sia?
Beberapa pengamat yang dihubungi Kompas.com menyampaikan analisisnya. Pengamat politik UGM, Arie Sudjito, mengatakan, partai-partai kecil itu akan berhitung, apa yang mereka dapatkan jika menyumbangkan suaranya ke partai tertentu. Namun, dengan kondisi seperti saat ini, menurutnya, partai-partai itu akan bersikap pragmatis.
"Sebagian besar pasti akan berhitung dapat apa. Kalkulasinya enggak gampang. Namun, mungkin akan terjadi transaksional karena sebenarnya partai kecil itu akan gampang membuat gugus dan sangat pragmatis. Mudah untuk tawar-menawar," papar Arie, Jumat (10/4) pagi.
Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari memprediksi, suara-suara remahan itu bisa saja dihimpun oleh partai-partai yang tengah menggalang koalisi. "Yang pasti, partai-partai kecil itu akan mencari peluang untuk bergabung. Suara-suaranya itu akan pecah, mungkin ada yang ke Demokrat, Golkar, PDI Perjuangan, dan Gerindra," kata Qodari.
Analisis yang hampir sama juga dilontarkan pengamat pemilu, Irman Putra Sidin. Suara partai-partai kecil, bagaimanapun, menurut Irman, dibutuhkan partai-partai yang tengah memperkuat barisan koalisi. Di samping adanya pikiran pragmatis partai-partai yang menurutnya sudah pupus harapan.
"Mereka juga akan berpikir, mending kami jual, balik modal. Sementara sindrom yang muncul di peringkat dua ke bawah, pasti akan memikirkan strategi bagaimana menekan peringkat pertama," kata Irman.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.