JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengingatkan Panitia Seleksi calon Pimpinan KPK (Pansel Capim KPK) tidak meloloskan peserta yang membawa kepentingan agenda kelompok maupun partai politik tertentu.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, calon pimpinan KPK yang membawa kepentingan partai politik akan menjadi penghalang dalam pemberantasan korupsi.
“Karena ke depan kalau mereka akan terpilih menjadi batu sandungan dan bias dalam melakukan penegakan hukum di KPK,” ujar Kurnia dalam keterangannya kepada Kompas.com, Kamis (30/5/2024).
Kurnia juga berharap Pansel Capim KPK mau menjemput bola terhadap para pendaftar karena kondisi lembaga antirasuah yang sedang karut-marut.
Baca juga: Unsur Pemerintah Dominasi Pansel Capim KPK, ICW: Timbul Dugaan Cawe-Cawe
Menurutnya, dalam keadaan tersebut tidak mudah membuat seseorang bersedia memimpin KPK.
“Mereka harus mulai nge-list orang-orang potensial baik secara kompetensi integritas keberanian untuk diminta mendaftar sebagai calon komisioner dan Dewan Pengawas (Dewas) KPK,” tutur Kurnia.
Kurnia juga mengingatkan, agar selama proses penjaringan Pansel Capim KPK betul-betul mengutamakan nilai integritas.
Di antara indikator kepatuhan itu adalah kepatuhan menyampaikan Laporan Kekayaan. Penyelenggara Negara (LHKPN) ke KPK.
Baca juga: KPK Harap Pansel Capim Aktif Serap Masukan Masyarakat
Hal ini berlaku bagi penyelenggara negara aktif maupun pensiun yang mendaftarkan diri menjadi Capim KPK.
“Sederhananya ketika penyelenggara negara atau mantan penyelenggara negara tidak patuh melaporkan LHKPN maka itu harus dicoret sejak awal proses seleksi,” tutur Kurnia.
Sebelumnya, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno mengumumkan 9 nama anggota Pansel Capim KPK.
Mereka adalah Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yusuf Ateh yang duduk sebagai ketua.
Baca juga: Alex Marwata Sayangkan Tak Ada Mantan Pimpinan KPK Jadi Anggota Pansel
Kemudian, wakil ketua Pansel Capim KPK Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Arif Satria.
Lalu, Kepala Pusat Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana; Komisaris PT PLN, Nawal Nely; dan Komisaris PT Inalum, Ahmad Erani Yustika.
Kemudian, Kepala Badan Strategi Kebijakan Hukum dan HAM, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Ambeg Paramarta; guru besar Fakultas Hukum Universitas Andalas; Deputy Director Eksekutif Transparency International (TI) Indonesia, Rezki Sri Wibowo, dan kriminolog Universitas Brawijaya Taufik Rachman.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.