JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Fraksi PDI-P DPR RI Djarot Saiful Hidayat mengatakan bahwa fraksinya akan berkomunikasi dengan fraksi partai politik (parpol) lainnya untuk menolak Revisi Undang-Undang (UU) Mahkamah Konstitusi (MK) guna mencegah pasal-pasal yang diselundupkan.
Sebab, menurut Djarot, PDI-P tidak bisa bekerja sendiri dalam menolak revisi UU tersebut sehingga butuh dukungan parpol lain.
Dia mengatakan, Fraksi PDI-P menolak sejumlah pasal dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tersebut karena dinilai akan melemahkan MK.
"Penjaga konstitusi betul-betul harus independen, harus kredibel, harus mandiri," kata Djarot dikutip dari Antaranews, Rabu (29/5/2024).
Baca juga: Megawati Kritik Revisi UU MK, PDI-P Pertimbangkan Layangkan Nota Keberatan Saat Paripurna DPR
Dia mengatakan, MK merupakan lembaga yang sangat strategis dan penting sebagai penjaga konstitusi. Sehingga lembaga tersebut betul-betul harus dijaga.
Adapun pasal-pasal yang akan ditolak di antaranya yang berpotensi untuk menghambat atau merintangi hakim MK supaya tidak tegas dan berani dalam memutus sebuah perkara.
Dia menilai pasal-pasal dalam RUU tersebut akan menurunkan derajat kemandirian MK dalam menjaga konstitusi.
Penolakan revisi UU MK diketahui juga menjadi satu dari 17 rekomendasi yang dihasilkan dalam rapat kerja nasional (rakernas) ke-5 PDI-P.
Baca juga: Poin-poin Pidato Megawati di Rakernas PDI-P, Bicara Kecurangan Pemilu sampai Kritik Revisi UU MK
Sebagaimana diberitakan, Komisi III dan Pemerintah sepakat membawa Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Keempat UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK ke pengambilan keputusan tingkat II di rapat paripurna.
Keputusan itu diambil dalam rapat kerja Komisi III DPR bersama Menteri Koordinator Politik Hukum dan, Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly yang mewakili pemerintah di kompleks parlemen, Jakarta pada 13 Mei 2024.
Menariknya, rapat kerja tersebut digelar saat DPR masih dalam masa reses, yakni sejak 5 April 2024 hingga 13 Mei 2024.
Namun, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, rapat pleno pengambilan keputusan tingkat I mengenai revisi MK tersebut sudah mendapat izin dari pimpinan DPR.
"Ya seharusnya kalau ada pembahasan di masa reses harusnya sudah izin pimpinan, dan itu sudah saya cek ada izin pimpinannya," ujar Dasco saat ditemui di Gedung DPR, Senayan, Jakarta.
Baca juga: Soal Revisi UU MK, Disebut Jurus Mabuk Politisi Menabrak Konstitusi
Dalam draf revisi UU MK yang diterima Kompas.com, diselipkan Pasal 23A terkait masa jabatan hakim konstitusi. Dalam ayat (1) disebutkan bahwa masa jabatan hakim konstitusi adalam 10 tahun.
Kemudian, revisi UU MK terbaru juga memuat aturan bahwa hakim konstitusi yang telah menjabat selama lima tahun dikembalikan kepada lembaga pengusul.