JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar Hukum Pidana Universitas Airlangga (Unair) Nur Basuki menyebutkan, jaksa agung bukan single persecution atau penuntut umum tunggal dalam kasus tindak pidana korupsi.
Ia mengingatkan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga punya kewenangan mentut terdakwa kasus korupsi sebagaimana diatur dalam UU KPK yang bersifat lex specialis.
“Perlu diingat bahwa ini ada lex specialis-nya dari UU KPK. Undang-Undang KPK juga mengatur hal itu. Jadi jaksa agung itu bukan single persecution artinya bukan satu satunya Penuntut Umum,” kata Basuki saat dihubungi Kompas.com, Rabu (29/5/2024).
Basuki menuturkan, asas single persecution itu hanya berlaku dalam penuntutan tindak pidana umum, sesuai Undang-Undang Kejaksaan.
Baca juga: Ketua KPK Perintahkan Segera Nyatakan Banding Putusan Sela Kasus Gazalba
Namun, dalam kasus tindak pidana korupsi terdapat UU KPK yang memberikan kewenangan bagi KPK untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.
“Ya boleh kita katakan bahwa kalau di dalam tindak pidana korupsi kewenangannya sama antara Jaksa (Agung) sama KPK,” ujar Basuki.
Asas jaksa agung sebagai single persecution ini sebelumnya menjadi argumentasi terdakwa gratifikasi dan pencucian uang, Hakim Agung Gazalba Saleh dalam eksepsinya.
Pengacara Gazalba, Aldres Napitupulu menyebut Jaksa KPK tidak berwenang menuntut kliennya.
Ia juga menyebut hanya kejaksaan yang berwenang mengendalikan kebijakan penuntutan dan pemeliharaan kesatuan kebijakan penuntutan.
Baca juga: KPK Sebut Hakim yang Kabulkan Eksepsi Gazalba Saleh Tidak Konsisten
“Kami juga menyampaikan dan menguraikan keberatan mengenai kedudukan Penuntut Umum pada KPK RI yang tidak berwenang melakukan penuntutan dalam perkara ini,” kata Aldres di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (13/5/2024).
Eksepsi Gazalba itu kemudian dikabulkan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.
Mereka menyebut jaksa KPK tidak berwenang menuntut karena tidak mengantongi pelimpahan kewenangan dari Jaksa Agung.
“Menyatakan penuntutan dan surat dakwaan penuntut umum tidak dapat diterima,” kata Hakim Fahzal Hendri, Senin (27/5/2024).
KPK pun telah memutuskan untuk mengajukan banding atas putusan sela majelis hakim perkara tersebut yang dianggap aneh dan ngawur.
“Pimpinan telah memerintahkan Deputi Penindakan untuk bersegera menyatakan Banding di kepaniteraan PN (Pengadilan Negeri) Tipikor Jakarta Pusat,” kata Ketua sementara KPK Naawi Pomolango, Selasa (28/5/2024).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.