Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Megawati: Pemilu 2024 Sering Dinyatakan Paling Buruk dalam Sejarah Demokrasi

Kompas.com - 24/05/2024, 18:15 WIB
Rahel Narda Chaterine,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Ketua Umum (Ketum) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Megawati Soekarnoputri menyampaikan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 sebagai kontestasi politik yang paling buruk dalam sejarah demokrasi di Indonesia.

“Pemilu ini sering dinyatakan pemilu paling buruk dalam sejarah demokrasi loh,” kata Megawati ketika pidato dalam acara Rakernas V PDI-P di Ancol, Jakarta Utara, Jumat (24/5/2024).

Menurut Megawati, hal tersebut kerap disampaikan oleh para akademisi, tokoh masyarakat sipil, hingga budayawan.

Presiden ke-5 RI ini pun mengaku sangat menyayangkan terjadinya pengingkaran terhadap hak kedaulatan rakyat dalam pelaksanaan pemilu.

Baca juga: Kritik Kenaikan UKT, Megawati: Semua Dimahalkan!

“Pernyataan ini banyak disuarakan oleh para akademisi, para tokoh masyarakat sipil, guru besar, hingga seniman, budayawan,” ujar Megawati.

Megawati menambahkan, hal-hal tersebut dibuktikan melalui praktek penyalahgunaan kekuasaan dengan menggunakan sumber daya negara demi kepentingan elektoral.

Menurut Megawati, intimidasi hukum juga terjadi atas nama kekuasaan.

Selain itu, persoalan kecurangan pemilu juga disorot sejumlah hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sidang sengketa pilpres.

“Berbagai kerusakan demokrasi ini lah yang disoroti oleh Profesor Arief Hidayat, Profesor Saldi Isra, dan Profesor Enny Nurbaningsih melalui dissenting opinion mereka,” ujar Megawati.

Baca juga: Anak Muda Tak Minat jadi Petani, Megawati: Apa Mau Impor Terus?

“Saya seneng banget masih ada yang berani menyampaikan dissenting opinion. Ini baru pertama kali loh terjadi dalam sejarah sengketa pilpres,” sambung dia.

Sebagaimana diketahui, tiga hakim konstitusi MK memberikan pendapat berbeda atau dissenting opinion dalam sidang putusan sengketa Pilpres 2024, Senin (22/4/2024) siang.

ketiga hakim MK yang memiliki pandangan berbeda yakni Saldi Isra, serta Enny Nurbaningsih dan Arief Hidayat.

Diketahui, terdapat delapan hakim yang memutuskan sengketa Pilpres 2024 dengan dipimpin oleh Suhartoyo selaku Ketua MK.

Selain empat hakim yang sudah disebutkan, hakim lainnya yang memutuskan sengketa Pilpres 2024 yakni Daniel Yusmic P Foekh, Guntur Hamzah, Ridwan Mansyur, dan Arsul Sani.

Baca juga: Rakernas Kelima PDI-P Resmi Dibuka, Ditandai dengan Megawati Terima Obor Api Abadi Mrapen

Adapun sengketa Pilpres 2024 terkait dugaan kecurangan dalam pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden, penyaluran bantuan sosial (bansos), dan tidak netralnya aparatur negara.

Dalam perkara tersebut, MK sebelumnya memutuskan bahwa seluruh permohonan sengketa hasil Pilpres 2024 yang diajukan oleh capres-cawapres nomor urut 1 dan 3 yakni Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD ditolak.

"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Suhartoyo.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tagline “Haji Ramah Lansia” Dinilai Belum Sesuai, Gus Muhaimin: Perlu Benar-benar Diterapkan

Tagline “Haji Ramah Lansia” Dinilai Belum Sesuai, Gus Muhaimin: Perlu Benar-benar Diterapkan

Nasional
Kondisi Tenda Jemaah Haji Memprihatikan, Gus Muhaimin Serukan Revolusi Penyelenggaraan Haji

Kondisi Tenda Jemaah Haji Memprihatikan, Gus Muhaimin Serukan Revolusi Penyelenggaraan Haji

Nasional
Pakar Sebut Tak Perlu Ada Bansos Khusus Korban Judi 'Online', tapi...

Pakar Sebut Tak Perlu Ada Bansos Khusus Korban Judi "Online", tapi...

Nasional
Harun Masiku Disebut Nyamar jadi Guru di Luar Negeri, Pimpinan KPK: Saya Anggap Info Itu Tak Pernah Ada

Harun Masiku Disebut Nyamar jadi Guru di Luar Negeri, Pimpinan KPK: Saya Anggap Info Itu Tak Pernah Ada

Nasional
Eks Penyidik: KPK Tak Mungkin Salah Gunakan Informasi Politik di Ponsel Hasto

Eks Penyidik: KPK Tak Mungkin Salah Gunakan Informasi Politik di Ponsel Hasto

Nasional
Jemaah Haji Diimbau Tunda Thawaf Ifadlah dan Sa'i Sampai Kondisinya Bugar

Jemaah Haji Diimbau Tunda Thawaf Ifadlah dan Sa'i Sampai Kondisinya Bugar

Nasional
Kasus WNI Terjerat Judi 'Online' di Kamboja Naik, RI Jajaki Kerja Sama Penanganan

Kasus WNI Terjerat Judi "Online" di Kamboja Naik, RI Jajaki Kerja Sama Penanganan

Nasional
Eks Penyidik KPK: Ponsel Hasto Tidak Akan Disita Jika Tak Ada Informasi soal Harun Masiku

Eks Penyidik KPK: Ponsel Hasto Tidak Akan Disita Jika Tak Ada Informasi soal Harun Masiku

Nasional
Soal Duet Anies-Kaesang, Relawan Anies Serahkan ke Partai Pengusung

Soal Duet Anies-Kaesang, Relawan Anies Serahkan ke Partai Pengusung

Nasional
MPR Khawatir Bansos yang Akan Diberikan ke Korban Judi Online Malah Dipakai Berjudi Lagi

MPR Khawatir Bansos yang Akan Diberikan ke Korban Judi Online Malah Dipakai Berjudi Lagi

Nasional
Eks Penyidik KPK: Kasus Harun Masiku Perkara Kelas Teri, Tapi Efeknya Dahsyat

Eks Penyidik KPK: Kasus Harun Masiku Perkara Kelas Teri, Tapi Efeknya Dahsyat

Nasional
Siapa Anggota DPR yang Diduga Main Judi Online? Ini Kata Pimpinan MKD

Siapa Anggota DPR yang Diduga Main Judi Online? Ini Kata Pimpinan MKD

Nasional
Eks Penyidik KPK Anggap Wajar Pemeriksaan Hasto Dianggap Politis, Ini Alasannya

Eks Penyidik KPK Anggap Wajar Pemeriksaan Hasto Dianggap Politis, Ini Alasannya

Nasional
Rupiah Alami Tekanan Hebat, Said Abdullah Paparkan 7 Poin yang Perkuat Kebijakan Perekonomian

Rupiah Alami Tekanan Hebat, Said Abdullah Paparkan 7 Poin yang Perkuat Kebijakan Perekonomian

Nasional
DPR Sebut Ada Indikasi Kemenag Langgar UU Karena Tambah Kuota Haji ONH Plus

DPR Sebut Ada Indikasi Kemenag Langgar UU Karena Tambah Kuota Haji ONH Plus

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com