Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Beratkan Calon Nonpartai di Pilkada, KPU Dilaporkan ke Bawaslu

Kompas.com - 20/05/2024, 16:42 WIB
Vitorio Mantalean,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI imbas pengaturan tahapan pencalonan kepala daerah jalur independen/nonpartai yang dianggap tak tertib serta memberatkan.

Pelaporan dilakukan oleh bakal calon gubernur DKI Jakarta jalur nonpartai, John Muhammad Suaidy dan Suci Fitriah Tanjung, Senin (20/5/2024).

John merupakan petinggi Partai Hijau, sedangkan Suci adalah Direktur WALHI Jakarta. Aktivis Haris Azhar dan Alghiffari Aqsa tercatat sebagai kuasa hukum mereka dalam pelaporan ini.

Dalam laporannya, John mempersoalkan pencalonan kepala daerah jalur nonpartai yang sudah dibuka KPU tanpa aturan teknis berupa Peraturan KPU (PKPU) terbaru untuk Pilkada 2024.

Baca juga: KPU DKI Verifikasi Dokumen Dukungan Bacagub Independen Dharma Pongrekun hingga 29 Mei

KPU cuma mengatur bahwa tahapan pencalonan pilkada dibuka pada 5 Mei hingga 29 Agustus 2024, tanpa detail informasi kapan calon nonpartai harus mulai menyerahkan sejumlah dukungan minimal berupa salinan KTP warga.

Lalu, melalui Keputusan KPU Nomor 532 Tahun 2024 yang terbit pada 7 Mei 2024, KPU menetapkan bahwa calon nonpartai diharuskan sudah menyerahkan dukungan minimal pada 8-12 Mei 2024.

"Pertama, sangat terlambat dari PKPU yang ada aturan-aturan teknisnya. Kedua, tidak memberikan rasa keadilan bagi warga negara yang akan mencalonkan diri sebagai calon gubernur/bupati/wali kota di Indonesia, maupun memberikan pilihan alternatif bagi warga negara untuk memilih alternatif pemimpin ke depan," sebut pengacara John, Ibnu Syamsu, kepada wartawan di kantor Bawaslu RI, Senin sore.

Baca juga: Dharma Pongrekun Unggah 840.640 Dukungan Warga DKI ke Silon, KPU: Syarat Minimal Terpenuhi

"Sehingga menurut kami, KPU dalam hal ini dalam pembentukan PKPU dan aturan teknisnya itu ada persoalan pelanggaran administrasi," lanjut dia.

John sendiri menganggap, linimasa seperti itu sangat memberatkan bakal calon kepala daerah nonpartai. Sebab, dalam waktu tak sampai sepekan, mereka sudah harus mengumpulkan ribuan bahkan ratusan ribu KTP, tergantung jumlah penduduk di kota/kabupaten/provinsi yang ingin ia pimpin.

"Bayangkan untuk yang Jawa Barat, saya yakin Jawa Barat berat banget. Dan saya yakin juga, kalau di Jakarta, Pak Dharma misalnya yang sudah menyerahkan, itu pasti angka akurasinya atau kalau mau diperiksa banyak salahnya. Proses semacam ini yang kita tidak terima," tegas dia.

"Ahok dulu kita tahu mencoba untuk jalur independen, ia tidak sampai 5 hari juga kali," tambah John.

Ia khawatir, desain tahapan seperti ini merupakan sebagai salah satu upaya untuk membungkam calon-calon di luar partai politik.

Baca juga: KPU Kota Bogor Lantik 30 Anggota PPK untuk Kawal Pilkada 2024

"Di tahun 2020, aturan teknis PKPU itu muncul di bulan Juni kalau nggak salah, tetapi kemudian pembukaan perseorangan itu di bulan Oktober, artinya masih ada jangka waktu yang space-nya itu panjang, dan calon itu tahu bagaimana prosedur-prosedur yang ada," timpal Ibnu.

Mereka berharap, Bawaslu RI mengabulkan permohonan mereka dan menyatakan KPU telah melakukan pelanggaran administrasi terkait hal ini.

Mereka juga berharap, jika Bawaslu RI menyatakan KPU RI bersalah, maka Bawaslu RI menyediakan tenggang waktu sedikitnya selama satu pekan untuk diulangnya tahapan penyerahan dukungan minimal oleh bakal calon kepala daerah nonpartai.

"Buat teman-teman yang masih berharap proses ini berlangsung, ya kumpulin KTP dari sekarang sampai nanti mungkin seandainya dikabulkan 7 hari setelah itu masih diberikan waktu untuk mengumpulkan KTP," kata John.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Enggan Tanggapi Isu Harun Masiku Hampir Tertangkap Saat Menyamar Jadi Guru

KPK Enggan Tanggapi Isu Harun Masiku Hampir Tertangkap Saat Menyamar Jadi Guru

Nasional
Tagline “Haji Ramah Lansia” Dinilai Belum Sesuai, Gus Muhaimin: Perlu Benar-benar Diterapkan

Tagline “Haji Ramah Lansia” Dinilai Belum Sesuai, Gus Muhaimin: Perlu Benar-benar Diterapkan

Nasional
Kondisi Tenda Jemaah Haji Memprihatikan, Gus Muhaimin Serukan Revolusi Penyelenggaraan Haji

Kondisi Tenda Jemaah Haji Memprihatikan, Gus Muhaimin Serukan Revolusi Penyelenggaraan Haji

Nasional
Pakar Sebut Tak Perlu Ada Bansos Khusus Korban Judi 'Online', tapi...

Pakar Sebut Tak Perlu Ada Bansos Khusus Korban Judi "Online", tapi...

Nasional
Harun Masiku Disebut Nyamar jadi Guru di Luar Negeri, Pimpinan KPK: Saya Anggap Info Itu Tak Pernah Ada

Harun Masiku Disebut Nyamar jadi Guru di Luar Negeri, Pimpinan KPK: Saya Anggap Info Itu Tak Pernah Ada

Nasional
Eks Penyidik: KPK Tak Mungkin Salah Gunakan Informasi Politik di Ponsel Hasto

Eks Penyidik: KPK Tak Mungkin Salah Gunakan Informasi Politik di Ponsel Hasto

Nasional
Jemaah Haji Diimbau Tunda Thawaf Ifadlah dan Sa'i Sampai Kondisinya Bugar

Jemaah Haji Diimbau Tunda Thawaf Ifadlah dan Sa'i Sampai Kondisinya Bugar

Nasional
Kasus WNI Terjerat Judi 'Online' di Kamboja Naik, RI Jajaki Kerja Sama Penanganan

Kasus WNI Terjerat Judi "Online" di Kamboja Naik, RI Jajaki Kerja Sama Penanganan

Nasional
Eks Penyidik KPK: Ponsel Hasto Tidak Akan Disita Jika Tak Ada Informasi soal Harun Masiku

Eks Penyidik KPK: Ponsel Hasto Tidak Akan Disita Jika Tak Ada Informasi soal Harun Masiku

Nasional
Soal Duet Anies-Kaesang, Relawan Anies Serahkan ke Partai Pengusung

Soal Duet Anies-Kaesang, Relawan Anies Serahkan ke Partai Pengusung

Nasional
MPR Khawatir Bansos yang Akan Diberikan ke Korban Judi Online Malah Dipakai Berjudi Lagi

MPR Khawatir Bansos yang Akan Diberikan ke Korban Judi Online Malah Dipakai Berjudi Lagi

Nasional
Eks Penyidik KPK: Kasus Harun Masiku Perkara Kelas Teri, Tapi Efeknya Dahsyat

Eks Penyidik KPK: Kasus Harun Masiku Perkara Kelas Teri, Tapi Efeknya Dahsyat

Nasional
Siapa Anggota DPR yang Diduga Main Judi Online? Ini Kata Pimpinan MKD

Siapa Anggota DPR yang Diduga Main Judi Online? Ini Kata Pimpinan MKD

Nasional
Eks Penyidik KPK Anggap Wajar Pemeriksaan Hasto Dianggap Politis, Ini Alasannya

Eks Penyidik KPK Anggap Wajar Pemeriksaan Hasto Dianggap Politis, Ini Alasannya

Nasional
Rupiah Alami Tekanan Hebat, Said Abdullah Paparkan 7 Poin yang Perkuat Kebijakan Perekonomian

Rupiah Alami Tekanan Hebat, Said Abdullah Paparkan 7 Poin yang Perkuat Kebijakan Perekonomian

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com