JAKARTA, KOMPAS.com - Organisasi Gerakan Pramuka Nasional pernah menerima berbagai macam tudingan pada masa pemerintahan Orde Lama.
Situasi itu masih terkait dengan persaingan politik nasional yang sengit pada era 1960-an.
Menurut pemberitaan Harian Kompas pada 21 September 1966, gerakan Pramuka pada saat itu ikut terseret dalam pusaran kemelut politik nasional.
Ketika itu propaganda gagasan tentang penyatuan 3 ideologi yakni Nasionalisme, Agamis, Komunisme (Nasakom) yang disampaikan Presiden Soekarno masih sangat kencang.
Di sisi lain, Presiden Soekarno juga memegang jabatan sebagai "Pramuka Agung" karena posisinya sebagai pimpinan lembaga eksekutif.
Baca juga: Kemendikbud: Keikutsertaan Siswa dalam Ekskul Pramuka Bersifat Sukarela
Karena kuatnya pengaruh politik Soekarno, gerakan Pramuka dituduh akan dibentuk dengan gaya mirip dengan Pemuda Hitler (Hitler Jugend).
Pemuda Hitler merupakan organisasi sayap Partai Buruh Nasional Sosialis (Nazi) Jerman. Dalam perjalanannya, organisasi itu menjadi salah satu corong propaganda gagasan politik pemimpin Nazi, Adolf Hitler, terhadap kalangan muda-mudi berusia 14 sampai 18 tahun.
Gaya kaderisasi yang diadopsi oleh Pemuda Hitler adalah paramiliter dan mengadopsi prinsip-prinsip gerakan kepanduan atau Pramuka. Mereka mulanya berbagi pengetahuan tentang aktivitas di luar ruang seperti mendaki dan berkemah, bernyanyi, serta mengajarkan keterampilan membuat kerajinan tangan.
Meski Soekarno menjadi pimpinan tertinggi gerakan Pramuka dalam negeri saat itu, Partai Komunis Indonesia (PKI) menuduh organisasi itu bakal dikembangkan mirip dengan Pemuda Hitler, yakni dengan menanamkan gagasan nasionalisme.
Baca juga: P2G Dukung Kemendikbud Tidak Wajibkan Siswa Ikut Ekskul Pramuka
Tuduhan PKI itu kemudian dibantah oleh Gubernur Jawa Timur Brigjen Moch. Wiyono.
Dia mengatakan Pramuka dalam pembinaannya tidak diarahkan menjadi organisasi seperti Pemuda Hitler.
"Gerakan Pramuka adalah tetap wadah tempat mendidik anak-anak kita untuk menjadi manusia Pancasila yang berguna bagi nusa, bangsa, dan revolusi Indonesia," kata Wiyono.
"Oleh karena itu saya anjurkan kepada para kepala daerah Jawa Timur hendaknya Gerakan Pramuka tetap dihidup-suburkan dan kepala daerah supaya menjadi pembina Gerakan Pramuka di tempatnya masing-masing," sambung Wiyono.
Peristiwa Gerakan 30 September 1965 membuat peta politik Indonesia berubah drastis. Soekarno yang semula menuai banyak dukungan politik dari masyarakat mendadak berubah menjadi sosok yang dimusuhi karena dituduh terlibat dalam kejadian itu.
Baca juga: Aturan Baru Kemendikbud Ristek Dinilai Kembalikan Pramuka pada Posisi Semula
Alhasil, gelar "Pramuka Agung" yang disematkan kepada Soekarno dicopot pada Maret 1967 setelah Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) terlebih dulu mencabut mandat presiden seumur hidup.