JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan, Dewan Kawasan Aglomerasi untuk kawasan Jakarta dan sekitarnya diperlukan demi menyelesaikan masalah bersama, mulai dari banjir, polusi, hingga transportasi.
Apalagi, Jakarta dan daerah sekitarnya seperti Bekasi dan Bogor tidak memiliki batas alam.
"Kawasan aglomerasi itu konsep yang pertama saya sudah sampaikan bahwa Jakarta ini adalah suatu keniscayaan, sudah menjadi satu, tidak memiliki batas alam dengan wilayah sekitarnya, ada Bekasi dan Bogor. Sehingga banyak masalah-masalah bersama seperti masalah banjir, masalah transportasi, masalah sampah, polusi, dan segala macam," ujar Tito di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat (15/3/2024).
Baca juga: Panja Baleg Sepakati Dewan Kawasan Aglomerasi Ditunjuk Presiden
Tito menjelaskan, diperlukan adanya koordinasi, sinkronisasi, dan harmonisasi untuk perencanaan pembangunan di Jakarta dan sekitarnya.
Dia menyebut kebijakan yang diterapkan harus dilakukan secara bersamaan untuk masalah di wilayah-wilayah aglomerasi tersebut, tidak sendiri-sendiri.
"Dan dapat dilakukan evaluasi. Jangan bergerak sendiri-sendiri," ucapnya.
"Sehingga perlu adanya mekanisme untuk melakukan hal-hal harmonisasi dan evaluasi. Kita mengambil template di Papua, di Papua juga sama, perlu ada harmonisasi antarkabupaten/kota dengan provinsi dengan pemerintah pusat untuk mempercepat pembangunan Papua," sambung Tito.
Baca juga: Soal Dewan Kawasan Aglomerasi, Mendagri: Jangan Berpikir Wapres Ambil Alih Kewenangan Pemda
Menurut Tito, Dewan Kawasan Aglomerasi akan ditunjuk oleh presiden terpilih melalui keputusan presiden.
Terkait gubernur dan wakil gubernurnya, kata dia, pemerintah tetap berpegang pada sikap bahwa harus melalui proses Pilkada Jakarta.
"Jadi pembahasan akan dilaksanakan hari ini, mudah-mudahan bisa selesai hari ini. Kemudian sudah banyak isi yang sudah disepakati, dibahas. Jadi nanti kita ikuti saja, yang jelas posisi pemerintah adalah gubernur dan wakil gubernur DKI tetap kayak sekarang dipilih," imbuhnya.
Adapun daerah aglomerasi yang diatur di dalam draf Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) meliputi wilayah Provinsi DKI Jakarta, Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Cianjur, Kota Bogor, Kota Depok, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Kota Bekasi.
Baca juga: Mendagri Harap Pembahasan RUU DKJ Rampung Hari Ini, Sebut Pemerintah-DPR Sudah Sepakat
"Kemudian saya sampaikan lagi, jangan sampai kita berpikir seolah-olah wapres mengambil alih kewenangan pemerintahan daerah. Tidak, (wapres) enggak punya kewenangan. Tidak bisa mengambil alih kewenangan," kata Tito ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (13/3/2024), usai rapat bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR.
Ia lantas menjelaskan mengapa presiden tidak diberikan kewenangan memimpin kawasan aglomerasi.
Menurutnya, presiden sudah memiliki tugas untuk memimpin skala nasional. Namun, presiden disebut bisa mengambil alih kewenangan wapres memimpin rapat kepala daerah di wilayah aglomerasi.
Baca juga: Mengkritisi Pemilihan Gubernur Jakarta dalam RUU DKJ
"Kawasan aglomerasi kenapa bukan presiden? Presiden kan nasional, wapres diberikan tugas khusus oleh presiden, tapi melaporkan kepada presiden. Apakah presiden enggak bisa ambil alih? Sangat bisa sekali. Dalam hal yang sangat penting sekali beliau bisa mengambil alih rapatnya," ujar mantan Kapolri ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.