Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar Sebut Usulan Jokowi Jadi Ketua Koalisi Keliru, Tak Ada di Sistem Presidensial

Kompas.com - 12/03/2024, 13:55 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar politik Ikrar Nusa Bhakti menilai, usulan Presiden Joko Widodo menjadi ketua koalisi partai politik tidak tepat jika diterapkan di Tanah Air.

Sebab, Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial. Sementara, jabatan ketua koalisi partai politik hanya dikenal di negara dengan sistem pemerintahan parlementer.

“Setahu saya yang namanya koalisi atau kemudian pimpinan koalisi itu hanya ada di sistem parlementer,” kata Ikrar dalam program Kompas Petang Kompas TV, Senin (11/3/2024).

Ikrar mencontohkan sistem pemerintahan parlementer di Malaysia. Usai pemilu, di Malaysia akan dibentuk koalisi, berikut pimpinan dan wakil pimpinannya, bergantung dari partai yang paling banyak mendapatkan suara dan kursi di parlemen.

Sementara, di Indonesia, koalisi partai politik merujuk pada kerja sama antarpartai ketika pemilu. Dalam sistem pemerintahan presidensial, parlemen atau legislatif menjadi pengawas bagi pemerintahan atau eksekutif.

Baca juga: PSI Usul Jokowi Jadi Ketua Koalisi, Golkar Singgung Wacana KIM Dipermanenkan

“Mereka yang tidak ada dalam pemerintahan juga penting sebagai penengah ataupun penyeimbang dari kekuatan yang ada di pemerintahan. Dan ini sudah terjadi pada eranya Pak SBY, ini terjadi pula di eranya Pak Jokowi,” ujar Ikrar.

Ikrar menilai, usulan Jokowi menjadi ketua koalisi partai politik tak perlu direalisasi. Ia khawatir, gagasan tersebut justru akan melahirkan “matahari kembar” yang menghadapkan dua kekuatan, yakni pimpinan koalisi dan presiden.

Sebagai negara yang menganut sistem presidensial, menurutnya, presiden tetap memegang jabatan tertinggi sebagai pimpinan pemerintahan.

“Janganlah kita menghadirkan atau melahirkan situasi yang sangat pelik dalam politik atau yang disebut dengan matahari kembar,” ucap Ikrar.

“Kalau tadi dikatakan bahwa yang terpilih adalah Prabowo dan Gibran sebagai presiden dan wakil presiden, ya kita harus menghormatilah siapa yang kemudian terpilih dan biarlah kemudian Pak Prabowo yang nanti akan membangun koalisinya,” lanjutnya.

Ikrar mengatakan, setelah meletakan jabatannya sebagai presiden pada Oktober 2024, Jokowi bisa saja memberi masukan ke presiden yang baru.

Namun, menurutnya, mantan kepala negara tak perlu cawe-cawe terlalu dalam atau bahkan diberikan posisi yang legal di pemerintahan baru. Hal itu justru dinilai bakal menyulitkan pemerintahan ke depan.

“Biar bagaimanapun yang namanya mantan presiden itu sebaiknya janganlah kemudian cawe-cawe lagi,” kata Ikrar.

“Tidak perlu bangun suatu sistem baru, ada ketua koalisi, atau kemudian nanti ada istilahnya koordinator menko-lah, atau posisi posisi lain yang kemudian menempatkan Jokowi pada posisi yang dalam, lebih tinggi dibandingkan dengan presiden terpilih itu sendiri, itu sangat tidak enak,” tuturnya.

Sebelumnya diberitakan, Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie menyatakan, Presiden Jokowi semestinya menjadi sosok yang berada di atas semua partai politik.

Baca juga: PSI Usul Jokowi Jadi Ketua Koalisi, Berada di Atas Partai Politik

Halaman:


Terkini Lainnya

Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Nasional
Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Nasional
Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Nasional
Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Nasional
Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Nasional
Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Nasional
Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Nasional
PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

Nasional
Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com