JAKARTA, KOMPAS.com - Wacana skenario pembentukan koalisi besar jangka panjang oleh pemerintahan terpilih hasil pemilihan presiden (Pilpres) dan pemilihan umum (Pemilu) 2024 jika terwujud diperkirakan tak bakal berumur panjang.
"Ada beberapa kondisi yang saya lihat bahwa ini tidak akan mungkin bertahan dengan begitu lama, dengan melihat begitu banyaknya kepentingan," kata peneliti politik Institute of Southeast Asian Studies (ISEAS) Antonius Made Tony Supriatma, dalam program Sapa Indonesia Malam di Kompas TV, Senin (4/3/2024).
Made mengatakan, dalam pemerintahan yang menganut prinsip demokrasi, keseimbangan antara kekuatan pemerintah (eksekutif) dan legislatif atau dewan perwakilan sangat penting supaya proses pengawasan dan saling menjaga (checks and balances) berjalan baik, menghindari penguasa melakukan tindakan sewenang-wenang.
Menurut Made, praktik itu berjalan baik pada periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), yakni pada 2014 sampai 2019.
Baca juga: Isu Koalisi Besar Diperkirakan Sulit Mewakili Seluruh Kepentingan
"Dalam pengamatan saya sendiri Pak Jokowi itu jauh lebih efektif pada periode pertama ketika ada oposisi, dibandingkan periode kedua," ujar Made.
Sedangkan pada periode pemerintahan kedua Jokowi, Made menilai terjadi pergeseran keseimbangan dalam pemerintahan karena Partai Gerindra yang semula menjadi oposisi terkuat menghadapi Jokowi dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang menjadi partai penguasa justru bergabung menjadi pendukung pemerintah.
Alhasil, menurut Made, proses pengawasan dan pengendalian menjadi kurang efektif karena tidak ada keseimbangan antara eksekutif dan legislatif.
"Beliau (Jokowi) bisa bikin apa saja pada peridoe kedua yang menurut saya belum tentu akan sustainable, dan pemerintahan yang sekarang ini saya kira kalau tanpa oposisi, mau merangkul semuanya, itu tidak terlalu mudah," ucap Made.
Baca juga: Pakar Anggap Isu Skenario Koalisi Besar Mirip Politik Dagang Sapi
"Yang paling penting bahwa kita punya ketidakpastian di tingkat politik nasional," sambung Made.
Wacana skenario koalisi besar itu disampaikan oleh Ketua Institut Harkat Negeri Sudirman Said. Dia mengaku mendengar bahwa akan ada skenario agar seluruh partai berada di koalisi pemerintahan ke depan.
Dalam pemberitaan sebelumnya, Sudirman merasa khawatir jika skenario itu terlaksana maka dinilai bisa menurunkan makna demokrasi di Indonesia.
Baca juga: Soal Wacana Koalisi Besar di Pemerintahan ke Depan, Anies: Pemilu Belum Selesai
"Bahkan, sudah mulai ada bisik-bisik, sudah seluruh partai dimasukkan saja ke dalam satu koalisi besar, permanen, jangka panjang. Tinggal satu atau dua ditinggalkan di luar," kata Sudirman dalam acara diskusi bertema "Pemilu Terburuk dalam Sejarah Indonesia, Akankah Kita Terpuruk?" di Hotel Grandhika, Jakarta Selatan, Sabtu (2/3/2024) pekan lalu.
Sudirman mengatakan, itu benar-benar terwujud, Sudirman percaya Indonesia akan berada dalam kondisi tidak bisa diperbaiki lagi.
"Yang saya sebut tadi bisa masuk dalam kategori unfixable, tidak bisa diperbaiki," ujar Co-Captain tim pemenangan Anies-Muhaimin itu.
Menurut Sudirman, bagi para penguasa saat ini, gaya politik dinasti bisa menjadi berkah, karena memiliki keleluasaan untuk melanjutkan kekuasaan.
Baca juga: Sudirman Said Khawatir Ada Skenario Seluruh Parpol Jadi Koalisi Pemerintah
Namun, politik dinasti dan pelanggaran etika yang dibiarkan dinilai tidak akan bisa menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi Indonesia, khususnya terkait persoalan penegakan hukum.
"Karena PR (pekerjaan rumah) kita adalah soal gap (celah), soal keadilan sosial, soal penegakan hukum, maka hal-hal yang menjadi PR kita tidak akan bisa diselesaikan," kata Sudirman.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.