Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPU Ungkap Alasan Baru Jadwalkan Pemilu Ulang di 686 TPS dari 780 TPS Rekomendasi Bawaslu

Kompas.com - 23/02/2024, 20:27 WIB
Vitorio Mantalean,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI membeberkan alasan belum menindaklanjuti semua tempat pemungutan suara (TPS) yang direkomendasikan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) melakukan pemungutan suara ulang (PSU).

Dalam rekomendasi Bawaslu, terdapat 780 TPS yang harus dilakukan PSU. Tetapi, hingga data terbaru pada Jumat (23/2/2024) sore, KPU baru mendata 686 TPS untuk melakukan PSU.

"Kami saat ini masih mengonsolidasikan data, sehingga data yang bisa kami sampaikan baru sebanyak 686 untuk pemungutan suara ulang," kata Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU RI, Idham Holik, dalam jumpa pers, Jumat.

Idham mengungkapkan, 686 TPS itu tersebar di 38 provinsi, 216 kabupaten/kota, 396 kecamatan dan 497 desa/kelurahan dan dilaksanakan mulai tanggal 15 Februari hingga 24 Februari 2024.

Baca juga: KPU: 225 TPS Lakukan Pemilu Susulan, Terbanyak di Demak dan Paniai

Selain masalah data, Idham juga mengungkapkan bahwa rekomendasi Bawaslu harus dikaji lebih jauh oleh jajarannya di daerah.

Dia mengaku telah menginstruksikan KPU provinsi dan kabupaten/kota serta petugas pemilu setempat untuk melakukan kajian faktual dan hukum secara komprehensif.

"Kalau sekiranya memang rekomendasi itu akurat, faktual, maka laksanakan. Tapi, kalau sekiranya hasil kajian berkata lain, maka sampaikanlah itu kepada Bawaslu yang menerbitkan surat rekomendasi," ujar Idham.

Sebagai informasi, berdasarkan pengawasan Bawaslu, terdapat banyak hal yang menjadi penyebab keluarnya rekomendasi PSU di 780 TPS.

Terbanyak, yakni adanya pemilih tidak ber-KTP atau memiliki surat keterangan diperbolehkan mencoblos padahal tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) ataupun Daftar Pemilih Tambahan (DPTb).

Baca juga: KPU: Sebanyak 90 Petugas TPS Meninggal Dunia di Pemilu 2024

Selain itu, terdapat pemilih yang memiliki KTP-el yang memilih tidak sesuai dengan domisili dan tidak mengurus pindah memilih. Lalu, terdapat pemilih DPTb yang mendapatkan surat suara tidak sesuai haknya yang tertera dalam form pindah memilih.

Di samping itu, Bawaslu juga menemukan terdapat pemilih yang mencoblos lebih dari satu kali.

Bawaslu merekomendasikan segera disampaikan permintaan saksi untuk hadir menyaksikan PSU.

Selain itu, Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) diminta segera menyampaikan surat pemberitahuan pemungutan suara yang diberi tanda khusus bertuliskan PSU kepada pemilih yang terdaftar dalam DPT, DPTb, dan yang tercatat dalam DPK (Daftar Pemilih Khusus) paling lambat sehari sebelum pemungutan suara ulang di TPS.

Bawaslu juga meminta KPU memberi tahu kepala daerah, pimpinan instansi vertikal di daerah, pimpinan perusahaan, atau kepala satuan pendidikan agar memberikan kesempatan kepada pemilih untuk menggunakan hak pilihnya.

Baca juga: KPU Sebut 39,92 persen Kecamatan Selesaikan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pilpres

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com