KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Mira Tayyiba mengatakan, Pemerintah Indonesia berupaya mengoptimalkan teknologi digital agar disrupsi teknologi tidak berpotensi memperburuk kesenjangan.
Oleh karenanya, kata dia, Pemerintah Indonesia menghadapi tantangan digitalisasi dengan menjalankan lima langkah.
Pertama, menyediakan konektivitas digital yang mudah diakses, terjangkau, dan andal. Kedua, mengembangkan literasi dan keterampilan digital yang penting.
Ketiga, menjaga ruang digital yang aman dan produktif. Keempat, membangun tata kelola data yang adil dan transparan. Kelima, melindungi masyarakat dari penyalahgunaan teknologi.
"Indonesia berpandangan bahwa teknologi digital harus menjadi jembatan dua arah yang dapat diakses oleh semua orang. Oleh karena itu, Indonesia berupaya sebaik-baiknya," jelasnya.
Baca juga: Kemenkominfo Akan Batasi Kecepatan Internet Minimal 100 Mbps, Mulai Kapan?
Dia mengatakan itu dalam 4th Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) Digital Ministers Meeting 2024: "Building Inclusive and Trusted Digital Communities” di Shangri-La Hotel, Singapura, Kamis (1/2/2024).
Beberapa langkah tersebut diwujudkan melalui peluncuran Satelit Indonesia Raya (SATRIA)-1 pada 2023.
Satelit berkapasitas high-throughput tersebut berguna untuk memperluas jangkauan konektivitas digital ke daerah-daerah terpencil.
Untuk menumbuhkan ekosistem digital yang inklusif dan terpercaya, Indonesia menerbitkan Undang-undang (UU) Perlindungan Data Pribadi pada 2022 dan Revisi UU Informasi dan Transaksi Elektronik pada 2023.
Hal tersebut untuk mengakomodasi perlindungan daring bagi anak-anak yang mengakses sistem elektronik.
Baca juga: KPU Kerja Sama dengan BIN, BSSN, dan Kemenkominfo Amankan Sirekap Pemilu
"Sebulan lalu, Indonesia meluncurkan Visi Indonesia Digital 2045, sebuah inisiatif yang mencakup strategi Indonesia menuju masa depan digital yang inklusif, memberdayakan, dan berkelanjutan," ujar Mira melansir kominfo.go.id.
Pada kesempatan itu, Mira juga menekankan bahwa perkembangan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) memiliki potensi dan tantangan yang besar.
Salah satu tantangan itu adalah kemungkinan hilangnya lapangan kerja akibat otomatisasi dan penyebaran misinformasi dan disinformasi produk teknologi AI.
Tantangan tersebut juga diperkuat media sosial yang telah menyebabkan kekacauan sosial dan politik.
"Sebagai langkah awal dalam regulasi AI, Indonesia baru-baru ini mengeluarkan Surat Edaran (SE) Menteri tentang Etika AI sebagai pedoman bagi organisasi publik atau swasta dalam menyediakan sistem elektronik saat mengembangkan dan menggunakan AI," paparnya.