DEMOKRASI bukan hanya tentang pemilu, tetapi tentang kebiasaan hati yang demokratis. Tanpa kebiasaan hati yang demokratis, pemilu hanya akan melahirkan tirani.
Dua kalimat ini diringkas dari artikel yang ditulis oleh Robert N Bellah pada 2007. Bellah memberi judul artikelnya, "Ethical Politics: Reality or Illusion?"
Di dalam tulisannya, Bellah menguraikan tentang hubungan etika dan politik pada masyarakat Amerika.
Apakah tulisan Bellah itu relevan di Indonesia? Jawabannya klise, “tentu sangat relevan”. Perdebatan tentang moralitas dan etika dalam politik merupakan perdebatan lama yang tak kunjung selesai.
Politik yang selalu dimunculkan di permukaan adalah politik dengan muatan etika dan moralitas. Citra politik selalu dikhotbahkan dengan bimbingan moralitas dan etika. Dalam praktiknya, etika politik hanyalah sesuatu yang tidak tentu hilir mudiknya.
Kenapa dipakai pepatah lama, “tidak tentu hilir mudiknya” dalam tulisan ini? Karena kata “hilir” dengan imbuhan -isasi begitu popular akhir-akhir ini. Sampai ada yang berseloroh, apapun masalahnya, solusinya adalah hilirisasi.
Pertanyaannya, apakah etika bisa dihilirisasi? Mengacu pada KBBI, kata hilirisasi itu artinya penghiliran, yaitu proses untuk menghilirkan sesuatu. Kata hilir di KBBI bermakna bagian sungai sebelah muara.
Penggunaan kata hilir bisa saja bermakna lain, terlebih kata itu dipakai dalam kontestasi politik. Penggunaan kata dalam politik bisa multidimensi. Tergantung siapa yang memakai kata itu dan siapa yang menafsirkan.
Dalam politik tidak ada kata yang bermakna tunggal. Itulah hebatnya dunia politik. Penuh dengan ketidakpastian, bias, ambigu, dan acapkali menampilkan kedunguan serta kelucuan.
Hilirisasi etika yang dimaksudkan di sini adalah proses menjadikan etika sebagai muara dari semua tindakan politik. Politik dalam ranah ideal harus mematri norma-norma etika dan moralitas dari hulu sampai ke hilir.
Tidak boleh ada satupun ruang proses politik yang melanggar standar etika. Proses politik yang etis juga harus sejalan dengan individu politisi yang menjunjung tinggi etika dalam laku lampahnya. Elok basanya dalam kehidupan.
Keelokan basa tentu bisa dicitrakan. Namun, berapa lama bisa bertahan dengan citra yang dipoles?
Karakter dan tabiat asli akan selalu mencari jalan keluarnya sendiri. Satu per satu di saat yang tepat, karakter dan watak yang tidak dipoles dengan citra itu akan dipertontonkan sendiri, disadari atau tidak.
Nasihat-nasihat etika dan moralitas dalam politik kerap disangkakan hanya sebagai pikiran-pikiran kaum tua konservatif (sedikit idealis).
Berlindung di balik status anak muda, milenial, dan sedikit kekuasaan, seseorang bisa saja menciptakan standar etika baru.