Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Seto Mulyadi
Ketua Umum LPAI

Ketua Umum LPAI; Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma; Mantan Anggota Balai Pertimbangan Pemasyarakatan Kemenkumham RI

Menunggu Sesi Debat Capres Bertema Anak

Kompas.com - 17/01/2024, 05:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

RASANYA tak sabar saya menanti sesi debat calon presiden yang mengangkat tema tentang perlindungan anak.

Pada awalnya, sempat saya tergetar saat diingatkan oleh salah seorang sahabat pegiat media tentang anak-anak yang menjadi korban penembakan pada aksi demonstrasi besar-besaran pascapemilihan presiden 2019.

Terbayang bahwa lembaga-lembaga terkait, seperti Polri serta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, akan bergegas menyingsingkan lengan baju guna menginvestigasi kembali peristiwa menyedihkan itu.

Namun tampaknya belum ada berita yang jelas mengenai kelanjutan pengusutan peristiwa kelam tersebut.

Senada dengan itu adalah jatuhnya anak-anak sebagai korban alat peraga kampanye (APK). Media mewartakan, sejumlah APK tumbang dan menimpa anak-anak berikut keluarga mereka.

Sayangnya, dari pemberitaan yang saya ikuti, kejadian nahas itu selesai begitu saja lewat konsekuensi administratif.

“Penyelesaian” masalah model ini tentu diselenggarakan dengan tidak sungguh-sungguh menempatkan kepentingan terbaik anak sebagai sesuatu yang sejatinya mutlak harus dikedepankan.

Hari-hari belakangan ini pun lebih kelam lagi. Sebagian kalangan dengan mudahnya melontarkan kosakata kasar dari atas panggung kampanye.

Saya sama sekali tidak tertarik memperbincangkan hal ini dengan sorotan pro kontra politik. Puluhan tahun saya bergiat di lapangan perlindungan anak, tidak pernah sekali pun saya menunjukkan sikap partisan.

Namun ketika berlangsung peristiwa yang saya nilai merugikan anak-anak, betapa pun itu ada di kancah politik praktis, saya akan bersuara dengan landasan keberpihakan pada anak.

Penggunaan diksi rendahan, apalagi jauh dari kesantunan, semestinya dapat dihindari. Termasuk, misalnya, saat acara debat presiden yang disiarkan secara luas dan cukup banyak ditonton anak-anak, dan kemudian juga banyak diviralkan.

Bukannya menunjukkan suasana persahabatan antarsesama calon pemimpin bangsa, namun lebih mempertontonkan suasana saling sindir, serang atau saling menjatuhkan dengan sorak sorai massa yang sarat akan kemarahan dan permusuhan.

Setiap kali berbicara tentang pentingnya regulasi emosi ke para orangtua, saya selalu tekankan bahwa amarah adalah wajar. Amarah merupakan respons alamiah manusia ketika berhadapan dengan situasi yang bertentangan dengan kehendaknya.

Mengingkari amarah justru tidak sehat. Matang tidaknya orangtua tidak ditentukan oleh ada atau tidak adanya amarah.

Pokok penentunya adalah bagaimana orangtua mengekspresikan amarahnya. Dan, tentu, amarah yang ditampilkan lewat sumpah serapah justru merupakan penanda tidak sehatnya kualitas emosi orangtua.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com