MEA culpa adalah ungkapan yang berasal dari bahasa Latin yang artinya “karena kesalahan saya” atau pengakuan formal atas kesalahan atau kesalahan pribadi.
Dari Ferdy Sambo, Arteria Dahlan, hingga Arya Wedakarna, permintaan maaf para pejabat atau wakil rakyat ini, bagi saya, terlihat dan terdengar problematik.
Surat Ferdy Sambo berjudul, “Permohonan Maaf Kepada Senior dan Rekan Perwira Tinggi, Perwira Menengah, Perwira Pertama, dan Rekan Bintara Polri”, tidak menyebut nama korban maupun keluarga korban di dalam judul dan isinya.
Tak lama, Arteria minta maaf atas pernyataannya yang menyinggung masyarakat Sunda di konferensi pers.
Senator Arya Wedakarna memberi komentar bernuansa SARA saat memberi arahan di kantor Bea Cukai Bali. Komentar sosok wakil rakyat kontroversial ini diduga mendiskreditkan agama tertentu di awal 2024.
"Saya nggak mau yang front line, front line itu, saya mau yang gadis Bali kayak kamu, rambutnya kelihatan terbuka. Jangan kasih yang penutup, penutup nggak jelas, this is not Middle East. Enak aja Bali, pakai bunga kek, pake apa kek," ucap Arya Wedakarna dalam potongan video yang beredar.
Dalam buku On Apology (2004), Aaron Lazare, profesor psikiatri di University of Massachusetts Medical School, yang telah meneliti lebih dari 2.000 teks permintaan maaf di dunia, menyatakan permohonan maaf yang efektif harus setidaknya mencakup empat unsur.
Pertama, pengakuan secara jelas siapa pelaku, apa pelanggarannya, dan siapa pihak yang terdampak.
Kedua, penjabaran jujur dan spesifik atas detail pelanggaran yang terjadi, ada kesengajaan atau tidak.
Ketiga, ungkapan penyesalan, malu, dan kerendahan hati. Keempat, aksi atau simbol koreksional, seperti menjalani konsekuensi.
Menurut analisis saya, teks permintaan maaf para pejabat dan wakil rakyat di atas belum secara penuh memenuhi kriteria pernyataan maaf yang efektif.
Surat Ferdy Sambo lebih terdengar seperti “surat cinta” kepada para kaki tangannya yang dimutasi atau dipecat akibat menutupi peristiwa pembunuhan Brigadir Yosua. Suratnya terkesan nirempati.
Maaf Ferdy Sambo tidak efektif dalam suratnya karena dia gagal mengakui kesalahan secara jelas dan spesifik (“perbuatan yang telah saya lakukan”), senang menggunakan kalimat pasif (“akibat hukum yang dilimpahkan kepada senior dan rekan-rekan yang terdampak”), dan meminta maaf kepada pihak yang salah, tidak lengkap, atau tidak jelas (“rasa keadilan bagi semua pihak”).
Teks maaf Arteria Dahlan menyisipkan banyak kata “Kami” yang mengaburkan “kepemilikan” atas kesalahan yang memberi jarak antara dirinya sebagai penutur dengan pihak yang terdampak.