JAKARTA, KOMPAS.com - Pendiri dan Ketua Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) Dino Patti Djalal mengungkapkan kekhawatirannya terkait kontestasi Pemilihan Umum (Pemilu) Indonesia di masa depan.
Kekhawatiran itu muncul ketika dia menyadari bahwa teknologi kecerdasan buatan (artificial Intelligence) bisa dipakai sebuah negara untuk mengintervensi kontestasi politik negara lain.
Dengan begitu, tidak ada satupun negara yang aman. Dia bilang, Indonesia akan sangat naif jika merasa aman hanya karena memiliki banyak teman di kancah internasional.
"Pada suatu saat, mungkin bukan Pemilu ini, Pemilu ini menurut saya kita masih aman. Tapi yang ke depan, kita akan naif sekali kalau kita bilang aman. Karena intervensi lebih mudah dari sebelumnya," kata Dino dikutip dari program GASPOL! Kompas.com, Jumat (12/1/2024).
Baca juga: Setelah Debat Ketiga, Dino Patti Djalal: Ganjar Surprising, Prabowo Over Confidence
Mantan Wakil Menteri Luar Negeri ini menuturkan, beberapa negara besar di dunia mengaku sudah mendapat intervensi dari negara lain saat kontestasi Pemilu.
Beberapa negara tersebut, di antaranya Prancis, Belanda, Australia, hingga Singapura. Negara yang turut campur tangan pun berbeda-beda, mengingat penerapan teknologi sebagai alat intervensi (tools) sudah menyebar ke berbagai negara.
"Saya ke Paris, mereka juga bilang, 'Kita menghadapi intervensi sekarang dari luar terhadap proses politik kita'. Saya ke Belanda, mereka juga bilang 'Kami mengalami hal yang sama'," cerita Dino.
Baca juga: Prabowo Sindir Ada Akademisi Pintar Teori, tapi Salah
"Ke Australia, saya enggak mau sebut dari mana, (mereka bilang) 'Oh, kami juga menghadapi hal yang sama'. Singapura, mereka juga bilang sama," imbuh Dino.
Bahkan, kata Dino, negara sebesar Amerika Serikat (AS) pun tak luput dari campur tangan asing dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) beberapa tahun lalu.
Dino bilang, intelijen AS menganalisis kasus tersebut. Seluruh intelijen itu pun berkesimpulan bahwa Rusia turut "bermain" dalam Pilpres tahun 2016 yang kala itu diikuti oleh mantan Presiden Donald J. Trump, dan pesaingnya Hillary Clinton.
Baca juga: Dino Patti Djalal Puji Solusi Ganjar untuk Isu Laut China Selatan
"Di AS, negara super power, siapa yang bilang 'Wah, enggak mungkin ada yang berani (mengintervensi negara itu'. Ternyata seluruh intelijen AS bilang Rusia bermain dalam Pemilu AS sehingga yang menang Trump, bukan Hillary," ungkap dia.
"Rusia membantah (isu tersebut) tentu, tapi seluruh intelijen AS sudah membuat keputusan analisa dan hasilnya itu. Jadi orang bisa melakukan campur tangan tanpa kirim pasukan, melalui teknologi. Melalui cara-cara baru," kata Dino.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.