UNGGAHAN video diskusi yang diperankan oleh Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti dalam kanal Youtube Haris Azhar, yang berujung ke meja hijau, telah mendapat vonis dari pengadilan tingkat pertama.
Senin (8/1/2024), adalah hari pembacaan putusan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur yang memeriksa dan mengadili perkara pencemaran nama baik terhadap Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Majelis hakim dalam amar putusannya menetapkan vonis bebas kepada Haris-Fatia atas segala dakwaan yang diuraikan jaksa penuntut umum.
Baca juga: Fakta-fakta Sidang Haris Azhar dan Fatia: Tak Terbukti Cemarkan Nama Baik, Lord Luhut Bukan Hinaan
Menurut majelis hakim, keduanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pencemaran nama baik dalam video berjudul “Ada Lord Luhut dibalik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!! NgeHAMtam.”
Menanggapi putusan tersebut, jaksa penuntut umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Timur telah menyatakan mengajukan kasasi sebagaimana disampaikan Plh. Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, sesaat setelah putusan tersebut dibacakan.
Kita patut apresiasi putusan perkara No.202/Pid.Sus/2023/PN.Jkt.Tim. Pertimbangan majelis hakim dengan tegas menyatakan sikap atas keberpihakan pada prinsip demokrasi yang dijunjung tinggi dalam konsepsi negara hukum Indonesia.
Hal ini sebagaimana dibacakan oleh hakim anggota Agam Syarief Baharudin:
"Menimbang: Bahwa majelis hakim menukil peribahasa latin yang berbunyi, cogitationis poenam nemo patitur yang artinya tidak ada seorang pun yang boleh dihukum karena apa yang dipikirkannya.
Menimbang: Bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai salah satu negara demokrasi menjunjung tinggi kebebasan berpikir, berpendapat, dan berekspresi sebagai hak dasar setiap manusia sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 28 UUDNRI 1945.
Menimbang: Bahwa menjadi seorang pejabat di dalam pemerintahan harus siap untuk mendapat kritik baik personality-nya maupun kinerjanya. Bahkan seorang Presiden Joko Widodo sering mendapat kritikan, cercaan, bahkan hinaan baik berkenaan dengan kinerjanya, intelektualitasnya, juga fisiknya. Namun beliau tetap menjadi pribadi yang rendah hati. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melindungi beliau.”
Putusan bebas ini kemudian disambut suka cita oleh Haris-Fatia serta massa pendukung mereka, baik yang berada di dalam maupun luar ruang persidangan.
Sejak awal kasus ini mencuat dan diproses secara hukum, berbagai kalangan mulai dari aktivis, akademisi, praktisi hukum, seniman, dan elemen masyarakat sipil lainnya mengkritisi serta ikut mengawal kasus ini.
Proses hukum terhadap Haris-Fatia dianggap dapat mengancam keberlangsungan kehidupan demokrasi serta kebebasan berpendapat dan berekspresi di Indonesia.
Kepedulian masyarakat yang berbasis pada kesamaan rasa, cita, serta tujuan luhur sehingga menciptakan dukungan secara masif dan suka rela seperti yang ditunjukkan dalam kasus Haris-Fatia, menandakan kesadaran warga negara akan pentingnya berkontribusi aktif dalam rangka “mengingatkan” kekuasaan agar tetap berada dalam pakem negara hukum demokrasi.
Dalam negara yang konsepsi demokrasinya sudah matang, gerakan masyarakat sipil sangat berguna untuk melaksanakan fungsi kontrol tambahan di dalam mekanisme checks and balances, terlebih jika kekuasaan tidak lagi bekerja untuk kepentingan dan tujuan bersama.