JAKARTA, KOMPAS.com - Calon wakil presiden nomor urut 3 Mahfud MD menegaskan, hukum bisa diubah, tergantung sosok presiden dan politisi yang duduk di DPR.
Hal itu disampaikan Mahfud dalam acara dialog di Kampus Universitas Muhammadiyah Jakarta, Kamis (23/11/2023).
Mahfud menjawab pertanyaan dari panelis terkait revisi Undang-Undang Aparatur Sipil Negara yang membuka pintu bagi aparat TNI/Polri menduduki jabatan sipil.
"Prof Mahfud kerap menceritakan bahwa setelah reformasi, korupsi kita terdesentralisasi. Apakah hal yang demikian ini justru tidak semakin mendesentralisasi korupsi kalau akarnya dihidupkan?" tanya Ibnu Sina Candranegara selaku panelis untuk bidang hukum.
Baca juga: Mahfud MD: Kekuasaan Sekarang Banyak yang Eksesif karena Konflik Kepentingan
Awalnya Mahfud mengakui, ketentuan tersebut memang menimbulkan kontroversi.
Tapi ia menyebut bahwa sosok yang kuat terkadang diperlukan untuk mengisi jabatan-jabatan sipil tertentu.
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan ini pun menjelaskan bahwa hukum adalah hasil kesepakatan pemerintah dan DPR.
Sehingga, ia mengimbau masyarakat hendaknya memilih presiden dan anggota DPR yang cocok dengan aspirasi mereka supaya menghasilkan kebijakan yang sejalan pula.
"Itu kan soal kesepakatan saja, pilih DPR-nya yang cocok dengan aspirasi saudara, pilih presidennya yang cocok dengan aspirasi saudara, itu semua diolah nanti, tidak ada sesuatu yang berlaku abadi di dalam hukum itu," kata Mahfud
Baca juga: Mahfud MD: Sebaik Apa Pun Orang, Tak Boleh Menjabat Lagi kalau Sudah Dua Periode
Mantan ketua Mahkamah Konstitusi ini menjelaskan, hukum pada dasarnya adalah sebuah kesepakatan yang bisa saja dicabut atau diubah dalam waktu tertentu.
Ia menyebutkan, perubahan hukum pun merupakan hal yang wajar sesuai dengan perkembangan masyarakat.
"Hukum itu berubah kalau waktunya berubah, pemerintahnya berubah, itu bisa diperbaiki, kalau Saudara nanti beri dukungan kepada kita," ujar Mahfud.
Oleh karena itu, Mahfud menekankan bahwa salah satu cara untuk mengubah hukum atau kebijakan yang dianggap tidak baik saat ini adalah dengan memilih anggota DPR dan presiden yang sesuai dengan aspirasi.
"Hukum itu bisa berubah, berganti pemerintahan, kesepakatan-kesepakatan baru, dan kebijakan baru itu bisa dibuat. Nah kalau saudara mengeluh dengan persoalan-persoalan sekarang ini, mari besok kita buat kesepakatan baru," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.