Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PP Muhammadiyah Dorong Sistem Meritokrasi, Bukan Politik Dinasti

Kompas.com - 02/11/2023, 19:05 WIB
Singgih Wiryono,
Ihsanuddin

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah mendorong sistem meritokrasi di Indonesia agar para pejabat pemerintah diisi oleh orang-orang yang berprestasi, bukan hanya karena sekedar adanya pertalian darah.

Hal itu disampaikan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti menanggapi isu politik dinasti yang berkembang setelah pencalonan putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden.

"Jadi Muhammadiyah prinsipnya mendorong meritokrasi memperkuat demokrasi dengan nilai-nilai yang ada di dalamnya sehingga kita bisa menjadi manusia yang lebih baik," ucapnya saat ditemui di Kantor PP Muhammadiyah, Kamis (2/11/2023).

Baca juga: PP Muhammadiyah Akan Uji Publik 3 Paslon Capres-Cawapres

Menurut Mu'ti, meritokrasi adalah keniscayaan sebuah demokrasi yang sehat.

Seorang calon pejabat berprestasi dan berintegritas akan mendapatkan kesempatan besar berperan memajukan negara.

"Meritokrasi ya, di mana semua warga negara semua anak bangsa ini punya kesempatan untuk berperan dan berkontribusi dalam kehidupan kebangsaan kenegaraan sesuai dengan kompetensi dan juga ketersediaan oportunitas yang tentu saja terbuka untuk semuanya," imbuhnya.

Mu'ti juga menyindir politik dinasti dengan menyebut orang yang mendapat jabatan hanya dengan modal hubungan darah.

"Saya sempat bercanda, ada orang yang dapat jabatan dengan menumpahkan darah, ada yang dapat jabatan dengan berdarah-darah, ada yang dapat jabatan dengan hanya modal hubungan darah," tandasnya.

Baca juga: Amien Rais: Politik Dinasti Keluarga Jokowi Puncak Pengkhianatan Reformasi

Politik dinasti keluarga Jokowi ramai diperbincangkan setelah Gibran Rakabuming melaju sebagai calon wakil presiden berpasangan dengan Prabowo Subianto dalam kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

Jalan mulus Wali Kota Solo berusia 36 tahun ini mendaftarkan diri sebagai cawapres tak terlepas dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengizinkan cawapres berusia di bawah 40 tahun dengan syarat pernah jadi kepala daerah dan terpilih lewat Pemilu.

Sejumlah pihak menuding ada nuansa nepotisme dalam putusan ini karena Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman yang merupakan adik ipar Jokowi dan paman Gibran turut mengambil keputusan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Nasional
Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Nasional
Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Nasional
Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Nasional
Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Nasional
Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Nasional
Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Nasional
KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

Nasional
Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Nasional
Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Nasional
Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Nasional
Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Nasional
Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Nasional
Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Nasional
Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com