Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kritisi Capres Sebut Dinasti Politik Biasa, Pakar Hukum: Tidak Adil bagi Publik dan Kader Partai Politik

Kompas.com - 25/10/2023, 08:24 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari mengkritisi pernyataan bakal calon presiden (bacapres) yang menganggap dinasti politik hal yang biasa terjadi di Indonesia.

Menurut Feri, anggapan itu sesuatu hal yang tidak ada baiknya karena tidak adil bagi masyarakat maupun kader partai politik.

Adapun bakal capres yang dimaksud berasal Koalisi Indonesia Maju (KIM) Prabowo Subianto. Dia menganggap dinasti politik hal biasa ketika disinggung soal Wali Kota Solo sekaligus putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) Gibran Rakabuming Raka maju pada Pilpres 2024 untuk mendampinginya.

"Tidak adil bagi publik, menerima calon yang kemudian diberikan karpet merah ini, juga tidak adil bagi kader partai politik, yang sudah habis habisan di partai," kata Feri saat dihubungi Kompas.com, Rabu (25/10/2023).

Baca juga: Prabowo Anggap Dinasti Politik Hal Biasa, Beri Contoh PDI-P

Oleh sebab itu, Feri berpendapat bahwa upaya pemberian karpet merah dari Presiden kepada Gibran dapat merusak demokrasi, baik untuk negara maupun internal partai politik.

"Berapa banyak orang yang diterabas atau dilewati oleh Gibran untuk dapat posisi calon wakil presiden. Tidak hanya bermasalah di kaderisasi di partainya, PDI-P, tapi juga di partai lain," ujar dia.

"Jadi misalnya, orang orang yang susah payah, bekerja di partai, membangun partai, tiba tiba harus dilewati oleh seorang anak presiden di mana baiknya?" tanya Feri.

Kendati demikian, Feri menerangkan bahwa pendapatnya ini bukan berarti tak setuju dengan peluang anak muda memimpin Indonesia.

"Problematikanya adalah bagaimana presiden dan keluarganya mencoba merekayasa untuk memberikan jalan yang lebih mudah kepada keluarga itu. Itu problematika utama," nilai Feri.

Baca juga: Heran Gibran Dikritik karena Hendak Jadi Cawapres, Prabowo: Dinasti Politik Itu Biasa

Apalagi, lanjut Feri, tidak ada mekanisme di internal partai sebagai bagian dari demokrasi untuk kemudian memilih anak muda.

Menurutnya, selama ini partai politik masih tidak demokratis mengingat penentuan calon presiden dan calon wakil presiden hanya dilakukan oleh ketua umum partai politik.

"Kan sebuah partai harusnya mempunyai mekanisme tersendiri ya agar lebih demokratis. Sayang, partai kita tidak demokratis ya," ujarnya.

Sebelumnya diberitakan, Prabowo Subianto, menyebut bahwa dinasti politik adalah hal biasa.

Ini Prabowo sampaikan menanggapi banyaknya kritik yang dilayangkan ke bakal cawapres pendampingnya, Gibran Rakabuming Raka, yang dianggap melanggengkan dinasti politik keluarga Joko Widodo.

“Saya sekarang bersama dengan Mas Gibran, anak muda, ada yang mengatakan dinasti politik. Dinasti di politik dan di semua bidang kehidupan, ya dinasti itu biasa,” kata Prabowo saat berpidato di acara deklarasi dukungan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) di Jakarta, Selasa (24/10/2023).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Komisi X Rapat Bareng Nadiem Makarim, Minta Kenaikan UKT Dibatalkan

Komisi X Rapat Bareng Nadiem Makarim, Minta Kenaikan UKT Dibatalkan

Nasional
Menaker Ida Paparkan 3 Tujuan Evaluasi Pelaksanaan Program Desmigratif

Menaker Ida Paparkan 3 Tujuan Evaluasi Pelaksanaan Program Desmigratif

Nasional
ICW Dorong Dewas KPK Jatuhkan Sanksi Berat, Perintahkan Nurul Ghufron Mundur dari Wakil Ketua KPK

ICW Dorong Dewas KPK Jatuhkan Sanksi Berat, Perintahkan Nurul Ghufron Mundur dari Wakil Ketua KPK

Nasional
Prabowo Disebut Punya Tim Khusus untuk Telusuri Rekam Jejak Calon Menteri

Prabowo Disebut Punya Tim Khusus untuk Telusuri Rekam Jejak Calon Menteri

Nasional
Reformasi yang Semakin Setengah Hati

Reformasi yang Semakin Setengah Hati

Nasional
Lemhannas Dorong Reaktualisasi Ketahanan Nasional Lewat 'Geo Crybernetic'

Lemhannas Dorong Reaktualisasi Ketahanan Nasional Lewat "Geo Crybernetic"

Nasional
Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Nasional
Sukseskan WWF 2024, Pertamina Group Paparkan Aksi Dukung Keberlanjutan Air Bersih

Sukseskan WWF 2024, Pertamina Group Paparkan Aksi Dukung Keberlanjutan Air Bersih

Nasional
ICW Dorong Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Kasus Nurul Ghufron, Sebut Putusan Sela PTUN Bermasalah

ICW Dorong Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Kasus Nurul Ghufron, Sebut Putusan Sela PTUN Bermasalah

Nasional
Anies Dinilai Sulit Cari Partai yang Mau Mengusungnya sebagai Cagub DKI Jakarta

Anies Dinilai Sulit Cari Partai yang Mau Mengusungnya sebagai Cagub DKI Jakarta

Nasional
PAN Klaim Dapat Jatah 4 Menteri, Zulkifli hingga Viva Yoga Mauladi

PAN Klaim Dapat Jatah 4 Menteri, Zulkifli hingga Viva Yoga Mauladi

Nasional
SYL Klaim Tak Pernah 'Cawe-cawe' soal Teknis Perjalanan Dinas

SYL Klaim Tak Pernah "Cawe-cawe" soal Teknis Perjalanan Dinas

Nasional
Ribut dengan Dewas KPK, Nurul Ghufron: Konflik Itu Bukan Saya yang Menghendaki

Ribut dengan Dewas KPK, Nurul Ghufron: Konflik Itu Bukan Saya yang Menghendaki

Nasional
Kemenag Kecewa 47,5 Persen Penerbangan Haji yang Gunakan Garuda Indonesia Alami Keterlambatan

Kemenag Kecewa 47,5 Persen Penerbangan Haji yang Gunakan Garuda Indonesia Alami Keterlambatan

Nasional
Klarifikasi Korps Marinir soal Kematian Lettu Eko, Akui Awalnya Tak Jujur demi Jaga Marwah

Klarifikasi Korps Marinir soal Kematian Lettu Eko, Akui Awalnya Tak Jujur demi Jaga Marwah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com