KOMPAS.com - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Nasional (BKKBN) dr Hasto Wardoyo mengatakan, sebanyak 57,9 persen anak-anak Indonesia masih tinggal di rumah tidak layak huni (RTLH).
“Oleh karena itu, tuberkulosis (TBC) dan penyakit-penyakit menular masih mewarnai, hingga membuat tergerusnya status nutrisi dan menjadi penyebab stunting (pada anak Indonesia)," katanya saat menjadi pembicara dalam Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Kesehatan Anak–Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) di Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar), Senin (9/10/2023).
Pada kesempatan itu, dr Hasto juga menyebutkan, variasi makanan bagi anak-anak Indonesia di kota masih lebih bagus daripada di daerah. Adapun air susu ibu (ASI) eksklusif masih susah untuk mencapai 70 persen.
“Oleh karena itu, kami meminta dukungan dari rekan-rekan semua supaya ASI eksklusif bisa mencapai 70 persen," ujar dr Hasto dalam siaran pers.
dr Hasto juga menyoroti kualitas keluarga dan mental emotional disorder di kalangan anak-anak dan remaja yang jumlahnya terus meningkat setiap tahun.
Maka dari itu, kata dia, BKKBN mengembangkan IBangga, yakni suatu pengukuran kualitas keluarga yang ditunjukkan dengan mengembangkan indikator ketentraman, kemandirian, dan kebahagiaan keluarga.
Baca juga: BKKBN Ajak Remaja Cegah Stunting Sejak Dini
“Ada hasilnya dan ini sudah masuk rencana pembangunan jangka panjang untuk dicapai targetnya, yaitu indeks pembangunan keluarga," jelasnya.
dr Hasto menambahkan, upaya percepatan penurunan stunting melalui kolaborasi dengan berbagai pihak telah menunjukkan hasil yang signifikan.
"Kalau kami lihat target yang diberikan Pak Presiden (Jokowi), yakni 14 persen pada 2024. Hari ini, stunting 21,6 persen harus turun 3,8 persen pada 2023 ini,” ujarnya.
Dia berharap, hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2023 akhir mencapai 18 persen atau 17,8 persen. Untuk balita diharapkan mencapai 21,6 persen, tetapi untuk anak usia di bawah dua tahun (baduta) mencapai 17,9 persen sehingga ada harapan.
“Semua yang masih di atas 10 persen masih punya pekerjaan rumah (PR) untuk kami bisa menurunkan stunting dengan sebaik-baiknya,” katanya.
Lebih lanjut, dr Hasto berpesan kepada Tim Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Penurunan Stunting Sumbar agar dana Bantuan Operasional Keluarga Berencana (BOKB) segera direalisasikan dan dimanfaatkan sebaik-baiknya.
“Pentingnya realisasi penyerapan DAK BOKB tersebut sangat erat kaitannya dengan keberhasilan dalam menurunkan stunting dan lainnya," katanya usai menjadi pembicara di IDAI di Kantor Perwakilan BKKBN Sumbar.
Pada kesempatan itu, Kepala Perwakilan BKKBN Sumbar Fatmawati memaparkan hasil analisis korelasi faktor penyebab stunting terhadap kejadian keluarga risiko stunting.
Dia menyebutkan, terdapat korelasi sangat tinggi pada keluarga yang tidak mempunyai jamban, dan korelasi tinggi pada keluarga yang tidak memiliki sumber air minum layak.