JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Institute For Security and Strategic Studies (ISSES) Khairul Fahmi mengatakan, terungkapnya gembong narkoba jaringan internasional Fredy Pratama menjadikan narapidana untuk mengendalikan transaksi narkoba adalah bukti bahwa tata kelola dan pengawasan teknologi di Lembaga Permasayarakatan (Lapas) masih lemah.
Fredy Pratama diketahui kerap kali mengirimi uang dan berkomunikasi dengan Zulkifli alias Zul Zivilia, eks vokalis band Zivilia, yang juga berstatus sebagai narapidana, lewat aplikasi pesan instan BBM.
Menurutnya, kecanggihan teknologi yang digunakan bandar narkoba melampaui teknologi yang ada di lapas.
"Karena teknologi kejahatan itu kan selalu berkembang lebih pesat daripada teknologi pengungkapannya kan gitu," kata Fahmi saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (7/10/2023).
Baca juga: Pengamat: Kasus Fredy Pratama Buktikan Lapas Rawan Jadi Tempat Pembinaan Kejahatan
Dia menilai, harus ada peningkatan teknologi di dalam lapas agar bisa sesuai dengan zaman.
Ia juga menilai penggunaan alat komunikasi yang dibatasi dalam lapas menjadi sia-sia karena pengawasan sebenarnya lemah.
Lantas bagaimana cara mengimbangi teknologi dalam lapas agar tak kalah dari bandar narkoba?
"Itu kan tergantung dari bagaimana kemudian tata kelola lapas itu sendiri bisa adaptif terhadap teknologi," ucapnya.
"Karena sistem penjaraan kita kan sementara ini hanya membatasi fisik, sifatnya membatasi fisik," tambahnya.
Fahmi mengatakan pimpinan lapas bertanggung jawab langsung untuk pengawasan di dalam lapas.
Ia juga menjelaskan harus ada tindakan tegas jika ada petugas lapas yang terbukti bersekongkol dengan pelaku pengedaran narkoba di dalam lapas.
Baca juga: Freddy Budiman Awalnya Napi Kasus Kejahatan Jalanan, Masuk Lapas Jadi Bandar Besar Narkoba
Hanya saja, pemecatan saja tidak akan efektif, katanya, jika tidak dibarengi dengan kehendak untuk memperbaiki regulasi dan komitmen peningkatan.
Dirinya pun menyampaikan harus ada rancangan program dalam lapas tentang peningkatan deteksi dan pengawasan tentang penggunaan alat komunikasi.
"Termasuk juga, mengalokasikan katakan lah program-program yang mengarah pada upaya peningkatan kemampuan deteksi dan pengawasan di dalam lapas tadi terkait penggunaan handphone," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Zul Zivilia direkrut oleh jaringan gembong narkoba internasional Fredy Pratama sebagai kurir untuk wilayah Sulawesi Selatan, sebelum akhirnya dibekuk polisi pada tahun 2019.
Baca juga: Penelusuran Polisi soal Kendali Gembong Narkoba Fredy Pratama di Dalam Lapas
Bahkan, Zul mengaku rutin dikirimi uang oleh Fredy sebesar Rp 4 juta per bulan ketika mendekam di lembaga pemasyarakatan (lapas).
"Diopeni (dipelihara). Tapi, waktu tujuh bulan pertama atau delapan bulan pertama. Setelah itu, enggak lagi. Komunikasi lewat BBM," kata Direktur Tindak Pidana Narkoba Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Brigjen Mukti Juharsa di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (5/10/2023).
Namun, Mukti mengatakan, Fredy Pratama tidak pernah lagi mengirim uang kepada Zul. Saat pengiriman uang terputus, komunikasi pun turut terputus.
"Sudah stop, tapi dia mengakui pernah menerima uang Rp 4 juta per bulan. Keuangan putus, (komunikasi) dia putus," ujar Mukti.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.