JAKARTA, KOMPAS.com - Bakal calon presiden dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) Prabowo Subianto membela rekan koalisinya, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan, yang membagikan uang pecahan Rp 50.000 ke nelayan.
Prabowo mengatakan, perbuatan Zulhas tidak bisa disebut sebagai politik uang, karena menurutnya, ketua umum partai berlambang matahari itu suka bersedekah.
Selain itu, ia menambahkan, Zulhas saat ini sedang tidak menyasar jabatan tertentu seperti calon presiden, calon legislatif, dan maupun calon kepala daerah.
Baca juga: Zulhas Bagi-bagi Duit ke Nelayan, Bawaslu: Pejabat Dilarang Untungkan Parpol Tertentu
"Tapi, tapi Pak Zulkifli tidak nyapres, tidak nyagub, tidak nyaleg, tidak nyabup. Dia tidak mau jadi kepala desa pun. Jadi dia orang yang suka sedekah," kata Prabowo kepada Najwa Shihab dalam acara "3 Bacapres Bicara Gagasan" di UGM, Yogyakarta, dikutip dari YouTube Najwa Shihab, Selasa (19/9/2023).
Prabowo menyatakan, ia kenal sosok Zulhas sejak lama. Zulhas kata dia, pernah membangun sekolah unggulan di Lampung dengan uangnya sendiri.
Hal ini, yang menurutnya, menandakan Zulhas suka bersedekah.
"Dia seorang pengusaha, sebelum masuk politik dia pengusaha, dia bersetia kepada rakyat, dia suka sedekah," tutur Prabowo.
"Dia sekali lagi tidak nyaleg, tidak nyagub, tidak nyabup, tidak menjadi walikota, tidak mau jadi presiden," imbuh Prabowo.
Sebelumnya diberitakan, viral sebuah video yang menunjukkan Zulhas berada di dermaga dan dikerubungi sejumlah nelayan. Ia kemudian menyerahkan selembar uang Rp 50.000 kepada masing-masing orang.
Zulhas bahkan mencondongkan tubuhnya untuk menjangkau nelayan di perahunya guna membagikan pecahan uang tersebut.
Hal ini lantas mengundang reaksi publik bahwa yang dilakukan Zulhas merupakan bentuk politik uang.
Baca juga: Viral Video Zulhas Bagi-bagi Duit Rp 50.000 ke Nelayan, Bawaslu Turun Tangan
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pun meminta Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan, dan seluruh pejabat publik lain apalagi yang rangkap jabatan sebagai elite partai politik untuk berhati-hati.
Sebagai pejabat publik, Zulhas dilarang bersikap tidak netral. Tindakannya bisa dianggap menguntungkan partai politik tertentu, dalam hal ini PAN, partainya sendiri.
"Pejabat negara itu kan tidak boleh dia melakukan tindakan yang menguntungkan sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye. Karena itu, kami akan melakukan kajian supaya terang-benderang persoalan ini," ucap komisioner Bawaslu RI, Lolly Suhenty, kepada wartawan pada Senin (18/9/2023).
Di dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, konsep politik uang dikenal pada masa kampanye. Sanksi atas politik uang diatur pada Pasal 285 dan Pasal 523 UU Pemilu.
Baca juga: Prabowo Tidak Ingin KPK Dibubarkan
Pada Pasal 285, pihak yang terbukti di pengadilan melakukan politik uang dapat dibatalkan dari daftar calon tetap atau calon terpilih. Pada Pasal 523, pihak yang melakukan politik uang bisa dipidana 2-4 tahun penjara dengan kisaran denda Rp 24-48 juta.
Di sisi lain, Pasal 282 dan 283 UU Pemilu mengatur, para pejabat negara dilarang berpihak selama masa kampanye atau membuat keputusan/tindakan yang menguntungkan/merugikan salah satu peserta pemilu selama kampanye.
Pejabat negara, struktural, dan fungsional, serta ASN lainnya juga dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye.
Larangan itu meliputi pertemuan, ajakan, imbauan, seruan atau pemberian barang kepada aparatur sipil negara dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat. Namun, pasal tersebut tidak mengatur sanksi lebih lanjut terhadap pelanggarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.