Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yahya Staquf Sindir Calon Pejabat yang Mengaku-ngaku NU

Kompas.com - 19/09/2023, 13:24 WIB
Vitorio Mantalean,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf menyindir orang-orang yang dengan sengaja mengaku-ngaku atau memanfaatkan identitas ke-NU-annya untuk modal politik maju dalam pemilu.

Hal itu ia ungkapkan dalam acara bedah buku yang ditulisnya berjudul Perjuangan Besar Nahdlatul Ulama di Asrama Haji Pondok Gede, Selasa (19/9/2023).

Baca juga: Ketum PBNU Minta Aktor Politik Tak Manuver untuk Menakut-nakuti Jelang Pemilu 2024

Yahya menyoroti mentalitas yang perlu dikembalikan para nahdliyin dalam ber-NU, yaitu untuk mencapai rida Tuhan (mardatillah).

"Kalau kita ikhlas untuk taat kepada guru-guru, kepada para masyayikh, melalui NU ini, kita yakin ini jadi mardatillah," ucap Yahya.

"Ini yang paling menurut saya krusial. Kenapa, karena NU sudah berkembang begitu besar sehingga jadi sumber leverage yang luar biasa," ucap dia.

Baca juga: Jalan Terjal Anies-Cak Imin Usai Deklarasi: Elektabilitas Tertinggal, Hadapi Resistensi PBNU

Seperti dalam konsep bisnis, leverage yang dimaksud mengacu pada keadaan saat seseorang meminjam sesuatu untuk menjadi modal yang dapat membawa keuntungan bagi usahanya.

"Sekarang ini, orang yang mengaku NU saja bisa jadi anggota DPR, bisa jadi bupati, bisa jadi calon, paling enggak wakil presiden, hanya dengan ngaku NU. Ini leverage yang luar biasa," kata Yahya.

"Maka, penting untuk menjernihkan kembali soal ini. Jangan sampai, orang ber-NU ambil untung dari leverage-leverage ini. Jadi harus dikembalikan. Ini soal bagaimana membangun, memelihara, dan mengembangkan peradaban ikhlas yang sudah diwariskan kepada kita," tutur dia.

Sebelumnya, dalam acara pembukaan Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) NU di Pondok Pesantren Al Hamid, Rais Aam PBNU Miftachul Akhyar juga menyindir ada tokoh NU yang lupa bahwa organisasi keagamaan terbesar di Indonesia itu tidak partisan ke dalam kekuatan partai politik tertentu.

"Sepertinya ini ada yang lupa kalau Nahdlatul Ulama menjaga jarak, ya ibaratnya kura-kura di dalam perahu, pura-pura tidak tahu," kata Miftachul.

Ia menyinggung bahwa NU kini cukup ketat menertibkan internal mereka dan hal itu ia anggap wajar.

Baca juga: Puan Sebut Warga NU Berpeluang Jadi Cawapres Ganjar, Salah Satunya Mahfud

Ia berharap, seluruh kader NU, terutama anggota dan pengurus PBNU mematuhi keputusan bahwa NU tidak berpolitik praktis dan tidak partisan.

Miftachul menyindir anggota yang memanfaatkan identitas NU untuk kepentingan politik praktis dan lupa pulang ke NU kecuaki sedang dalam masalah.

Ia menyinggung adagium yang berlaku di NU bahwa NU memang tidak ke mana-mana, tapi bukan berarti mereka bebas ke mana saja.

"Kita sudah tahu, bahkan pernah diputuskan dalam muktamar di Solo, muktamar ke-31 kalau tidak salah, bahwa bagaimana Nahdlatul Ulama menjaga jarak dengan partai politik, semua partai politik," ujar Miftachul.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Nasional
Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

Nasional
Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

Nasional
Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

Nasional
Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Nasional
SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

Nasional
Anggota Komisi X DPR Haerul Amri Meninggal Saat Kunjungan Kerja

Anggota Komisi X DPR Haerul Amri Meninggal Saat Kunjungan Kerja

Nasional
Polri Desak Kepolisian Thailand Serahkan Fredy Pratama ke Indonesia Jika Tertangkap

Polri Desak Kepolisian Thailand Serahkan Fredy Pratama ke Indonesia Jika Tertangkap

Nasional
Jokowi Sebut 3 Hal yang Ditakuti Dunia, Wamenkeu Beri Penjelasan

Jokowi Sebut 3 Hal yang Ditakuti Dunia, Wamenkeu Beri Penjelasan

Nasional
Soal 'Presidential Club', Djarot PDI-P: Pak Prabowo Kurang Pede

Soal "Presidential Club", Djarot PDI-P: Pak Prabowo Kurang Pede

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com