JAKARTA, KOMPAS.com - Suciwati, sosok yang terus lantang meneriakan agar kasus pembunuhan suaminya yang juga aktivis Hak Asasi Manusia, Munir Said Talib.
Dia tak lelah bersuara lantang, setiap ada kesempatan selama 19 tahun Suciwati terus berteriak untuk keadilan suaminya.
Hal itu dia lakukan juga hari ini Kamis (7/9/2023), di depan kantor Komnas HAM.
Wanita yang akrab disapa Mbak Suci itu menagih janji para Komisioner Komnas HAM yang masih mengutak-atik proses penetapan status pembunuhan Munir, apakah ditetapkan sebagai kasus pelanggaran HAM berat atau tidak.
Alasannya bertahan selama 19 tahun bukan untuk dirinya, Suci mengatakan untuk dirinya sudah selesai, suaminya yang telah pergi tak mungkin kembali, tapi apa yang dia lakukan adalah untuk semua para pembela HAM saat ini dan di masa depan.
Baca juga: Munir dan Penghargaan yang Membuatnya Ketakutan
"Paling tidak, optimis untuk diri sendiri ya, bahwa kita enggak boleh menyerah, bahwa ini penting!" katanya.
"Penderitaan ini tidak mau saya bagi pada mereka (yang belum mengalami hal yang sama). Karena (saya tidak mau) kalau kalian hilang, mati, atau dibunuh, keluarga kalian tidak perlu mengalami hal yang sama dengan saya. Jadi itu penting buat saya untuk terus mendorong (kasus Munir)," katanya.
Hari ini, Suciwati bersama Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (Kasum) menggelar peringatan 19 tahun terbunuhnya suaminya.
Kembali ke masa lalu, pembunuhan terhadap Munir terjadi 7 September 2004 dalam penerbangan Garuda Indonesia GA-974 dari Jakarta ke Amsterdam melalui Singapura.
Baca juga: Pesan Terakhir Munir Sebelum Selamanya Pergi, 19 Tahun Silam...
Pemberitaan Harian Kompas, 8 September 2004 menyebutkan, Munir meninggal sekitar dua jam sebelum pesawat mendarat di Bandara Schipol, Amsterdam, Belanda, pukul 08.10 waktu setempat.
Hasil otopsi menunjukkan adanya senyawa arsenik dalam tubuh mantan Ketua Dewan Pengurus Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) itu.
Proses hukum terhadap orang yang dianggap terlibat dalam pembunuhan Munir pernah dan telah dilakukan, tapi itu baru di permukaan saja.
Pengadilan telah menjatuhkan vonis 14 tahun penjara kepada Pollycarpus Budihari Priyanto yang merupakan pilot Garuda Indonesia.
Baca juga: Kekesalan Kasum Ratusan Kali Bertemu Komnas HAM Bahas Kasus Munir, Tak Ada Kemajuan
Pengadilan juga memvonis 1 tahun penjara kepada Direktur Utama Garuda Indonesia saat itu, Indra Setiawan. Dia dianggap menempatkan Pollycarpus di jadwal penerbangan Munir.
Sejumlah fakta persidangan bahkan menyebut adanya dugaan keterlibatan petinggi Badan Intelijen Negara (BIN) dalam pembunuhan ini.