Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sekjen PBB Desak Junta Militer Myanmar Kembali ke Demokrasi, Bebaskan Semua Tahanan Politik

Kompas.com - 07/09/2023, 13:56 WIB
Fika Nurul Ulya,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Antonio Guterres mendesak junta militer di Myanmar yang saat ini memimpin pemerintahan untuk kembali kepada demokrasi.

Ia pun meminta junta mendengarkan aspirasi rakyat hingga membebaskan semua tahanan politik. Hal ini diserukan Antonio dalam konferensi pers di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (7/9/2023).

"Saya mengulangi seruan mendesak saya kepada penguasa militer Myanmar untuk mendengarkan aspirasi rakyatnya, membebaskan semua tahanan politik, dan membuka pintu untuk kembali ke pemerintahan yang demokratis," kata Antonio dalam Konferensi pers, Kamis.

Baca juga: Bicara Myanmar, Kamala Harris: AS Akan Terus Tekan Rezim untuk Akhiri Kekerasan

Antonio mengaku sangat prihatin dengan situasi politik, kemanusiaan, dan hak asasi yang memburuk di Myanmar termasuk negara bagian Rakhine.

Ia pun prihatin dengan penderitaan sejumlah besar pengungsi yang hidup dalam kondisi seperti itu. Oleh karena itu, ia mendukung Konsensus Lima Poin yang dibuat negara-negara ASEAN dalam membantu penyelesaian konflik di Myanmar.

"Saya menyambut baik pendekatan berprinsip ASEAN melalui Konsensus Lima Poin," ucapnya.

Antonio menuturkan, dia menghargai upaya gigih Indonesia sebagai ketua ASEAN tahun ini yang telah melibatkan semua pihak yang berkonflik dalam dialog politik.

Diketahui selama 9 bulan terakhir, Indonesia sebagai ketua ASEAN telah melakukan 145 pendekatan (engagements) untuk menyelesaikan konflik di sana.

Baca juga: Soal Isu Myanmar, Menlu Retno Sebut Tak Ada Kemajuan dalam Five Point Consensus

Namun kata dia, semua negara perlu terus mencari strategi untuk penyelesaian konflik.

"Saya mendorong semua negara untuk terus mencari strategi terpadu terhadap Myanmar," beber Antonio.

Sebagai informasi, situasi di Myanmar menjadi tidak kondusif usai junta militer mengkudeta pemerintahan pada 1 Februari 2021.

Junta militer menculik Presiden Myanmar Win Myint hingga penasihat negara sekaligus ketua Partai Liga Demokrasi Nasional (NLD) Aung San Suu Kyi.

Karena kudeta tersebut, warga di Myanmar akhirnya melakukan demo besar-besaran menolak junta militer. Namun, junta militer menggunakan kekerasan untuk melawan warga.

Baca juga: Pimpin Sidang APSC, Menko Polhukam Soroti Isu Perdagangan Orang dan Isu Myanmar

Akhirnya, ASEAN membuat kesepakatan 5PC. Di pertemuan itu, hadir pula pemimpin junta militer Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing, dan ditujukan untuk membantu Myanmar mengatasi krisis politiknya.

Kendati begitu, junta militer Myanmar melakukan pelanggaran konsensus. Kemudian, ASEAN sepakat memblokir Myanmar dari segara aktivitas di level politik.

Myanmar tidak pernah lagi diundang alias dilarang menghadiri pertemuan tingkat senior di ASEAN hampir dua tahun terakhir, termasuk pertemuan menteri luar negeri ASEAN dan kepala pemerintahan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Nasional
Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Nasional
DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

Nasional
Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Nasional
Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

Nasional
DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

Nasional
Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Nasional
Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Nasional
Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Nasional
Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Nasional
DKPP Terima 233 Pengaduan Pemilu dalam 4 Bulan Terakhir

DKPP Terima 233 Pengaduan Pemilu dalam 4 Bulan Terakhir

Nasional
Prabowo: Beri Kami Waktu 4 Tahun untuk Buktikan ke Rakyat yang Tak Pilih Kita

Prabowo: Beri Kami Waktu 4 Tahun untuk Buktikan ke Rakyat yang Tak Pilih Kita

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com