KOMPAS.com - ASEAN Business Advisory Council (ASEAN-BAC) sukses menggelar ASEAN Climate Forum di Hotel Sultan, Jakarta, pada Sabtu (2/9/2023). Agenda ini dilaksanakan dengan menggandeng Standard Chartered Bank dan didukung sejumlah mitra, seperti Bloomberg, NEF, PwC, Equatorise Advisory, serta Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia.
ASEAN Climate Forum diselenggarakan sebagai bagian dari acara Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bisnis dan Investasi ASEAN 2023 atau ASEAN Business and Investment Summit 2023 (ABIS), yang resmi dibuka Presiden Joko Widodo, pada Jumat (1/9/2023).
Ketua ASEAN-BAC Arsjad Rasjid mengatakan ASEAN Climate Forum akan menyoroti komitmen negara-negara partisipan untuk mencapai target net zero carbon, serta membahas pentingnya meningkatkan pasar karbon dan peran keuangan berkelanjutan untuk mencapai netralitas karbon.
"Asia Tenggara merupakan kawasan yang penuh potensi. Namun, sangat rentan terhadap perubahan iklim. Butuh komitmen bersama ASEAN untuk mencapai net zero carbon di kawasan ini," kata Arsjad Rasjid dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Minggu (3/9/2023).
Baca juga: ASEAN-BAC Soroti Kesetaraan Gender dan Kepemimpinan Muda lewat 2 Forum Diskusi
Arsjad juga mengatakan, transisi menuju net zero carbon harus dilakukan di seluruh sektor. Dengan begitu, negara kawasan ASEAN pun dapat memiliki ketahanan iklim dan mampu memulihkan sektor ekonomi yang sempat terdampak pandemi Covid-19.
Di sisi lain, potensi negara kawasan Asia Tenggara yang dimaksud Arsjad adalah keanekaragaman hayati, hutan, dan sumber energi terbarukan yang melimpah. Potensi tersebut dinilai mampu menarik investasi yang besar, sehingga mampu mendorong upaya mitigasi iklim yang berdampak baik bagi global.
"Potensi luar biasa yang dimiliki negara-negara ASEAN dalam melakukan mitigasi perubahan iklim menjadikan kita berada dalam posisi yang tepat untuk mendapatkan manfaat dari pertumbuhan pasar karbon, yang semakin berperan penting dalam mencapai net zero carbon," ujar Arsjad.
Arsjad juga mendukung agar potensi negara kawasan Asia Tenggara diperhitungkan dalam memenuhi target iklim berdasarkan Perjanjian Paris.
Baca juga: Gandeng Serikat Pekerja, Kadin Indonesia Rilis Platform Pelatihan Digital Kadin for Naker
Sebab, meski sudah menegaskan komitmen, negara-negara tersebut masih membutuhkan investasi setidaknya 2 triliun dollar AS dalam dekade ini.
Indonesia setidaknya menyumbang 56 persen dari seluruh penerbitan offset di ASEAN, diikuti oleh Kamboja dengan angka 26 persen. Hal ini menunjukkan adanya peluang nyata bagi ASEAN untuk menjadi pusat perdagangan global guna mencapai kredit karbon berintegritas tinggi.
"Tentunya, hal ini harus didorong melalui tindakan nyata pada kebijakan pemerintah negara-negara ASEAN yang harus diterapkan pada tingkat lokal, regional, bahkan internasional," tutur Arsjad.
Terkait keuangan berkelanjutan, Arsjad menilai ASEAN Climate Forum dapat mendukung negara-negara partisipan untuk segera mengambil tindakan untuk mencapai net zero carbon. Sebab, jika tidak ada tindakan yang diambil, negara dapat kehilangan 37,4 persen produk domestik bruto (PDB) saat ini pada 2048.
Baca juga: Kadin dan ASEAN-BAC Gelar ASEAN Weekend Market, Kumpulkan UMKM dari Indonesia hingga Kamboja
“Keuangan berkelanjutan di ASEAN telah mengalami ekspansi yang luas. (Namun) pasar utang dan ekuitas berkelanjutan masih kecil dan tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan pendanaan perekonomian ASEAN untuk tujuan keberlanjutannya,” Arsjad mengakui.
Pada 2016, jumlah total utang berkelanjutan tercatat sebesar 0,25 miliar dollar AS dan meningkat menjadi 6,75 miliar dollar AS pada 2021. Hal ini menjadikan jumlah total utang berkelanjutan menjadi sekitar 24 miliar dollar AS, di mana potensi pertumbuhan lebih lanjut dari keuangan berkelanjutan sebagian besar belum dimanfaatkan.
Peran sektor keuangan