JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Polri untuk membuka data informasi terkait pembelian gas air mata yang nilai kontraknya mencapai Rp 2,01 triliun.
Sebab, berdasarkan kajian ICW bersama Trend Asia ditemukan bahwa nilai kontrak pembelian gas air mata oleh Polri mencapai Rp 2,01 triliun pada periode 2013-2022.
"Berdasarkan hasil kajian ICW dan Trend Asia menemukan bahwa sejak 2013 hingga 2022 pembelian gas air mata oleh kepolisian ada sebanyak 45 kegiatan dengan nilai kontrak sebesar Rp 2,01 triliun," kata Peneliti ICW Wanna Alamsyah dalam keterangannya, Kamis (31/8/2023).
Baca juga: Polri Angkat Bicara Soal Pengadaan 1.857 Perangkat Gas Air Mata Senilai Rp 49 Miliar
Terkait permintaan itu, ICW pun mendatangi dan mengirimkan surat kepada Divisi Humas Mabes Polri, Jakarta, pada Rabu (30/8/2023).
Wanna mengatakan, surat tersebut telah diterima dan teregistrasi dengan Nomor: 297/SK/BP/ICW/VIII/2023 tentang permohonan informasi tentang dokumen pengadaan pembelian gas air mata.
Merujuk kepada kajian ICW tersebut, disebutkan bahwa anggaran triliunan itu dibelikan amunisi, pelontar, hingga drone.
“Total amunisi yang dibeli adalah sebanyak 868.000. Sedangkan untuk pelontar sebanyak 36.000 unit dan drone sebanyak 17.000,” tuturnya.
ICW pun sangat menyayangkan, kontrak pembelian gas air mata itu tidak dibuka oleh Polri.
Padahal, menurutnya, setiap badan publik yang mendapatkan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), termasuk Polri mempunyai kewajiban untuk membuka akses atas informasi publik untuk masyarakat luas.
Baca juga: ICW-Trend Asia Sebut Polri Beli 868 Ribu Gas Air Mata Senilai Rp 1,1 Triliun pada 2013-2022
Wanna lantas mengutip Pasal 15 ayat (9) Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2021 tentang Standar Layanan Informasi Publik yang menyebut bahwa setiap badan publik, yakni kepolisian, memiliki kewajiban untuk mengumumkan informasi pengadaan barang/jasa, mulai dari tahap perencanaan, pemilihan dan pelaksanaan secara berkala.
"Oleh sebab itu kami mendesak agar Polri melalui pejabat pengelola informasi dan dokumentasi segera membuka kontrak pembelian gas air mata ke publik sesuai dengan mandat Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2021," ungkapnya.
Dalam kesempatan yang sama, ICW menilai penggunaan gas air mata yang berlebihan juga kerap menimbulkan kerugian bagi masyarakat luas.
Dari hasil kajian ICW dan Trend Asia, menemukan bahwa terdapat 144 peristiwa penembakan gas air mata sejak tahun 2015 hingga 2022.
Dari sejumlah kasus tersebut, kata Wanna, hanya peristiwa Kanjuruhan yang pelakunya didakwa akibat menghilangkan 135 nyawa.
“Sedangkan kasus lainnya, misal di Dago Elos, kepolisian berdalih bahwa bukan merekalah (Polri) yang menembakan gas air mata tersebut,” imbuh Wanna.
Atas hal ini, ICW juga memandang penembakan gas air mata yang berulang tanpa adanya pihak yang bertanggung jawab akan menjadi preseden buruk bagi demokrasi di Tanah Air.
Hal itu karena pihak Kepolisian bisa dengan sangat mudah menggunakan gas air mata untuk membubarkan kerumunan warga yang melakukan aksi.
“Hal ini tentu akan melanggengkan impunitas di tubuh kepolisian karena tidak ada pihak yang dapat dimintai pertanggungjawaban,” ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.