JAKARTA, KOMPAS.com – Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidesiber) Bareskrim Polri telah memeriksa sebanyak 12 saksi dalam kasus dugaan penyebaran hoaks yang diduga dilakukan mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Denny Indrayana.
Adapun Denny terjerat kasus dugaan penyebaran hoaks soal pembocoran putusan MK terkait sistem pemilihan legislatif (pileg).
“Terkait kasus Denny Indrayana sudah 12 saksi,” kata Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Adi Vivid Agustiadi Bachtiar di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (30/8/2023).
Baca juga: Bareskrim Segera Panggil Denny Indrayana Terkait Dugaan Hoaks soal Pembocoran Putusan MK
Adapun kasus ini sudah naik ke tahap penyidikan.
Adi Vivid mengatakan, penyidik masih belum memanggil Denny Indrayana sebagai terlapor.
Hal ini lantaran ada beberapa sanksi yang diundang namun mengajukan pembatalan.
Adi Vivid menyebutkan, 12 saksi yang sudah diperiksa termasuk beberapa sanksi ahli.
“Ada beberapa saksi yang mengajukan penundaan-penundaan, jadi terhadap perkara itu kami masih menunggu pemeriksaan saksi ahli tambahan-tambahan lagi,” ujarnya.
Denny sebelumnya dilaporkan ke Bareskrim Polri terkait informasi yang disebarkannya mengenai putusan MK terkait sistem pileg.
Baca juga: Denny Indrayana Sebut Belum Terima SPDP Kasus Dugaan Kebocoran Putusan MK
Laporan tersebut teregister dalam Laporan Polisi (LP) bernomor: LP/B/128/V/2023/SPKT/BARESKRIM POLRI tanggal 31 Mei 2023. Pelapor kasus ini berinisial AWW.
Sementara itu, terlapornya adalah pemilik/pengguna/penguasa akun Twitter @dennyindrayana dan pemilik/pengguna/penguasa akun Instagram @dennyindrayana99.
"Saat ini sedang dilakukan pendalaman oleh penyidik Bareskrim Polri," ujar Kadiv Humas Polri Irjen Sandi Nugroho dalam keterangannya pada 2 Juni 2023.
Sandi mengatakan, pada 31 Mei 2023 lalu, pelapor mengaku melihat unggahan di media sosial Twitter dengan nama akun @dennyindrayana dan media sosial Instagram dengan nama akun @dennyindrayana99.
Kedua akun tersebut mengunggah tulisan yang diduga mengandung unsur ujaran kebencian terkait suku, agama, ras, antargolongan (SARA). Kemudian, berita bohong (hoax), serta penghinaan terhadap penguasa dan pembocoran rahasia negara.
"Dengan tindak pidana, yakni ujaran kebencian (SARA), berita bohong (hoaks), penghinaan terhadap penguasa dan pembocoran rahasia negara," ucapnya.
Baca juga: Kasus Hoaks Putusan MK Masuk Tahap Penyidikan, Ini Respons Kuasa Hukum Denny Indrayana