Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saksi Ahli Meringankan Lukas Enembe Sebut Kasus Gratifikasi Sangat Berisiko kalau Hanya Analisis Rekening

Kompas.com - 30/08/2023, 13:22 WIB
Fika Nurul Ulya,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli Hukum Keuangan Negara serta Ahli Hukum Perhitungan Kerugian Negara dan Pemeriksa Investigasi, Hernold Ferry Makawimbang, berpendapat, kasus gratifikasi sulit dibuktikan jika hanya melalui analisis rekening.

Hal ini diungkapkan Hernold dalam sidang lanjutan Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe di PN Jakarta Pusat, Rabu (30/8/2023). Hernold dihadirkan sebagai saksi ahli meringankan dalam sidang kasus suap dan gratifikasi Lukas.

"Kalau analisis rekening itu sangat sensitif. Tapi kalau tertangkap tangan tidak bisa dibantah, uang ini ada dari siapa yang memberikan dan siapa yang menerima. Tapi, kalau analisis rekening dari mana, ini sangat berisiko salah analisis dan informasi," kata Hernold menjawab pertanyaan penasihat hukum dalam sidang lanjutan, Rabu.

Baca juga: KPK Duga Lukas Enembe Punya Kerja Sama Bisnis di Singapura

Hernold menuturkan, barang bukti yang menjadi penguat dakwaan harus terukur dan relevan, serta dibuktikan di dalam pengadilan.

Ia lantas mencontohkan kerja-kerja di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Jika BPK melakukan investigasi maka hasil analisis rekening baru merupakan informasi awal yang perlu dibuktikan lebih lanjut.

"Harus kita buktikan lebih dalam lagi tentang bendanya, barangnya, kemudian bagaimana dia berikan, apa yang dia terima," bebernya.

"Jadi walaupun BPK menyimpulkan tentang pengelolaan keuangan negara, tetapi ini bisa saja bagian dari perbuatan melawan hukum di Pasal 14 UU Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, Pasal 13 tentang Kesimpulan Kerugian Negara," imbuh dia.

Lebih lanjut, Hernold menceritakan pengalamannya dalam beberapa kasus tindak pidana korupsi di Kejaksaan. Pemberian yang dikategorikan sebagai hadiah atau suap tidak bisa dibuktikan jika tidak ada bendanya.

Baca juga: Pengacara Lukas Enembe Hadirkan 3 Ahli di Sidang Lanjutan Hari Ini

Oleh karena itu, operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi lebih relevan karena bukti berupa uang maupun bukti lainnya ditemukan dalam TKP.

"Jadi harus terukur, yang relevan, admissible, enggak bisa kita mengira-ngira. Kalau tidak ada bukti, itu sangat berisiko dalam suatu pengungkapan bukti kasus. Jadi harus ada bukti yang relevan dan admissible, yang terukur," jelas dia.

Sebagai informasi, Gubernur nonaktif Papua tersebut didakwa telah menerima suap dengan total Rp 45,8 miliar dan gratifikasi senilai Rp 1 miliar.

Baca juga: Usut soal TPPU, KPK Duga Lukas Enembe Beli Jet Pribadi

Lukas Enembe didakwa dengan Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP.

Selain suap dan gratifikasi, Lukas Enembe juga dijerat kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Untuk kasus TPPU, saat ini sedang bergulir di tahap penyidikan di KPK. Belakangan, Lembaga antikorupsi mengatakan bahwa Lukas Enembe juga akan dijerat dengan dugaan korupsi penyalahgunaan dana operasional Gubernur.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Nasional
Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Nasional
Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Nasional
Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Nasional
Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Nasional
PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

Nasional
PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

Nasional
Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Nasional
Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Nasional
Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com