Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Tetapkan Eks Dirut PT Bhanda Ghara Reksa Kuncoro Wibowo Tersangka Korupsi Penyaluran Beras Bansos

Kompas.com - 23/08/2023, 19:56 WIB
Syakirun Ni'am,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Direktur Utama (Dirut) PT Bhanda Ghara Reksa (BGR) Kuncoro Wibowo sebagai tersangka dugaan korupsi penyaluran bantuan beras untuk Keluarga Penerima Manfaat (KPM).

Bantuan itu merupakan bagian dari Program Keluarga Harapan (PKH) di Kementerian Sosial (Kemensos) RI Tahun 2020-2021.

Kuncoro juga diketahui merupakan mantan Direktur Utama PT Trans Jakarta yang mengundurkan diri 13 Maret 2023 lalu.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, pihaknya telah menggelar penyelidikan dan menemukan bukti yang cukup, sehingga menetapkan sejumlah tersangka.

Baca juga: Daftar 6 Kandidat Pengganti Irjen Karyoto di KPK, Ada Staf Ahli Kapolri hingga Kajati Kepri

“Pertama Muhammad Kuncoro Wibowo, Direktur Utama PT BGR periode 2018-2021,” ujar Alex dalam konferensi pers di Gedung Juang KPK, Jakarta Selatan, Rabu (23/8/2023).

Adapun PT BGR merupakan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang logistik.

Selain itu, KPK juga menetapkan lima tersangka lain dalam perkara ini. Mereka adalah Direktur Komersial PT BGR Budi Susanto, Direktur Vice President Operasional PT BGR April Churniawan.

Kemudian, Direktur Utama PT Mitra energi Persada Ivo Wongkaren. Ia juga diketahui sebagai Tim Penasehat PT Primalayan Teknologi Persada (PTP).

Baca juga: Respons Megawati, Pukat Sebut Pembubaran KPK Akan Jadi Hari Raya Para Koruptor

Lalu, tim penasehat PT PTP Roni Ramdani dan General manager PT PTP sekaligus Direkrut PT Enviro Global Persada, Richard Cahyanto.

Alex mengatakan, bantuan sosial beras yang dikucurkan oleh Kemensos ini ditujukan untuk menangani dampak Covid-19.

PT BGR ditunjuk sebagai perusahaan yang dipercaya untuk menyalurkan bantuan beras dengan nilai kontrak Rp 326 miliar.

Perusahaan itu kemudian memenangkan PT PTP sebagai perusahaan konsultan pendamping.

Dalam perkara ini, KPK menduga para pelaku memanipulasi data mulai dari dokumen lelang hingga membuat data mundur kontrak pendampingan konsultan.

Baca juga: Usut soal TPPU, KPK Duga Lukas Enembe Beli Jet Pribadi

Mereka juga diduga membentuk satu konsorsium sebagai formalitas. Padahal, mereka diduga sama sekali tidak pernah melakukan kegiatan distribusi bantuan sosial beras.

PT BGR kemudian membayar jasa konsultasi PT PTP senilai Rp 151 miliar. Karena perbuatan mereka, KPK menduga negara rugi hingga Rp 127,5 miliar.

“Dikirimkan ke rekening bank atas nama PT PTP,” ujar Alex.

Mereka disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Anies dan Sudirman Said Sama-sama Ingin Maju Pilkada DKI, Siapa yang Mengalah?

Anies dan Sudirman Said Sama-sama Ingin Maju Pilkada DKI, Siapa yang Mengalah?

Nasional
Bertolak ke Sumbar, Jokowi dan Iriana Akan Tinjau Lokasi Banjir Bandang

Bertolak ke Sumbar, Jokowi dan Iriana Akan Tinjau Lokasi Banjir Bandang

Nasional
Dititip Kerja di Kementan dengan Gaji Rp 4,3 Juta, Nayunda Nabila Cuma Masuk 2 Kali

Dititip Kerja di Kementan dengan Gaji Rp 4,3 Juta, Nayunda Nabila Cuma Masuk 2 Kali

Nasional
Jabat Tangan Puan dan Jokowi di Tengah Isu Tak Solidnya Internal PDI-P

Jabat Tangan Puan dan Jokowi di Tengah Isu Tak Solidnya Internal PDI-P

Nasional
Saat Anak Buah Biayai Keperluan Pribadi SYL, Umrah hingga Servis 'Mercy'

Saat Anak Buah Biayai Keperluan Pribadi SYL, Umrah hingga Servis "Mercy"

Nasional
26 Tahun Reformasi: Robohnya Etika Bernegara

26 Tahun Reformasi: Robohnya Etika Bernegara

Nasional
Soal Perintah 'Tak Sejalan Silakan Mundur', SYL: Bukan soal Uang, tapi Program

Soal Perintah "Tak Sejalan Silakan Mundur", SYL: Bukan soal Uang, tapi Program

Nasional
Rosan Ikut di Pertemuan Prabowo-Elon Musk, Bahas Apa?

Rosan Ikut di Pertemuan Prabowo-Elon Musk, Bahas Apa?

Nasional
[POPULER NASIONAL] MPR Bakal Temui Amien Rais | Anies Pertimbangkan Maju Pilkada Jakarta

[POPULER NASIONAL] MPR Bakal Temui Amien Rais | Anies Pertimbangkan Maju Pilkada Jakarta

Nasional
MK Putus 207 Sengketa Pileg Hari Ini hingga Besok

MK Putus 207 Sengketa Pileg Hari Ini hingga Besok

Nasional
Tanggal 24 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 24 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Anies Pertimbangkan Maju Pilkada DKI, PKS: Kita Lagi Cari yang Fokus Urus Jakarta

Anies Pertimbangkan Maju Pilkada DKI, PKS: Kita Lagi Cari yang Fokus Urus Jakarta

Nasional
Momen Menarik di WWF Ke-10 di Bali: Jokowi Sambut Puan, Prabowo Dikenalkan sebagai Presiden Terpilih

Momen Menarik di WWF Ke-10 di Bali: Jokowi Sambut Puan, Prabowo Dikenalkan sebagai Presiden Terpilih

Nasional
Perkenalkan Istilah ‘Geo-cybernetics’, Lemhannas: AI Bikin Tantangan Makin Kompleks

Perkenalkan Istilah ‘Geo-cybernetics’, Lemhannas: AI Bikin Tantangan Makin Kompleks

Nasional
Megawati Disebut Lebih Berpeluang Bertemu Prabowo, Pengamat: Jokowi Akan Jadi Masa Lalu

Megawati Disebut Lebih Berpeluang Bertemu Prabowo, Pengamat: Jokowi Akan Jadi Masa Lalu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com