Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dokter Paru Sarankan Kelompok Sensitif Hindari Olahraga di Luar Ruangan Saat Polusi Memburuk

Kompas.com - 23/08/2023, 15:34 WIB
Fika Nurul Ulya,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Utama RSUP Persahabatan sekaligus Dokter Spesialis Paru, Agus Dwi Susanto menyarankan, masyarakat kelompok sensitif untuk tidak berolahraga di luar ruangan saat polusi udara memburuk.

Sebab, kelompok tersebut merupakan kelompok yang paling berisiko dan lebih sensitif terhadap polusi. Kelompok tersebut di antaranya ibu hamil, serta pengidap penyakit paru dan jantung.

"Pada populasi yang sudah sensitif, katakanlah ibu hamil, orang dengan penyakit paru dan jantung, ini adalah orang-orang yang tidak disarankan untuk berolahraga outdoor pada saat polusi, meskipun kadar quality-nya masih dalam kategori tidak sehat (AQI 150)," kata Agus dalam konferensi pers secara daring di Jakarta, Rabu (23/8/2023).

Baca juga: Soroti Polusi Udara di Jakarta, Megawati Tanya Jokowi: IKN Segar Opo Ora Yo?

Sejatinya, kata Agus, berolahraga di luar ruangan saat polusi memburuk perlu mempertimbangkan 3 aspek.

Pertama, adalah level polutan. Jika indeks kualitas udara (air quality index/AQI) di atas 300, maka olahraga di luar ruangan tidak di sarankan sama sekali untuk kelompok manapun.

Kedua adalah kelompok masyarakat. Jika kelompok masyarakat berada dalam kategori sensitif seperti ibu hamil dan pengidap penyakit paru dan jantung, maka olahraga tidak disarankan meski indeks kualitas udara masih di level 150.

Ketiga adalah jenis olahraganya, olahraga ringan (low impact) atau olahraga berat (high impact).

Baca juga: Soroti Polusi Udara di Jakarta, Megawati Tanya Jokowi: IKN Segar Opo Ora Yo?

"Kalau kita olahraga itu kebutuhan oksigennya tinggi. Kalau high impact, semakin banyak frekuensi, napas kita yang akan semakin meningkat. Sehingga kalau kita berolahraga di luar ruangan itu akan menghirup oksigen yang lebih banyak," ucap Agus.

Selain jenis olahraga, kata Agus, waktu berolahraga juga perlu dipertimbangkan.

Jika olahraga lebih ringan, maka waktu yang boleh atau direkomendasikan lebih panjang dibandingkan olahraga berat.

Di sisi lain, masyarakat juga bisa mempertimbangkan untuk menggunakan masker khusus olahraga. Dengan begitu, waktu olahraga akan lebih lama karena masker mampu memfiltrasi partikel polutan.

Baca juga: Terpapar Polusi Udara Terus-menerus Berpotensi Sebabkan Resistensi Antibiotik

"Misal kategori tidak sehat (kuning), maka itu bisa sampai 1 jam. Tapi kalau kategori lebih tinggi (oranye) itu 30 menit saja atau kurang dari 30 menit. Kalau sudah black atau coklat, sama sekali tidak boleh," tutur Agus.

"Nah, kalau high impact itu bisa lebih pendek waktunya karena membutuhkan frekuensi napas yang lebih tinggi. Dalam kategori yang tidak sehat mungkin dia akan butuh hanya 30 menit, pada saat oranye enggak boleh lama-lama, apalagi yang hitam enggak boleh sama sekali," imbuhnya.

Sebagai informasi, polusi udara di Jakarta masuk dalam kategori tidak sehat. Demikian pula di kota lainnya seperti Tangerang Selatan, Mempawah di Kalimantan Barat, Serang Banten, dan Banjar Baru di Kalimantan Selatan.

Kondisi ini dapat menimbulkan dampak kesehatan pada masyarakat. WHO mencatat saat ini, 90 persen penduduk dunia menghirup udara dengan kualitas udara yang kumuh.

Baca juga: Pemprov DKI Sebut Proyek ITF Berpotensi Timbulkan Polusi Udara jika Dilanjutkan

Menurut WHO, setiap tahun ada 7 juta kematian, dan 2 juta di antaranya di Asia Tenggara berhubungan dengan polusi udara di luar dan dalam ruangan.

Polusi udara berkaitan erat dengan penyakit paru dan pernapasan, serta infeksi saluran pernapasan akut atau ISPA, asma, bronkitis, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), kanker paru, serta penyakit jantung dan stroke.

Menurut data WHO pula, polusi udara di seluruh dunia berkontribusi 25 persen pada seluruh penyakit dan kematian akibat kanker paru, 17 persen seluruh penyakit dan kematian akibat ISPA, 16 persen seluruh kematian akibat stroke, 15 persen seluruh kematian akibat penyakit jantung sistemik, dan 8 persen seluruh penyakit dan kematian PPOK.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Nasional
Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Nasional
Gejala Korupsisme Masyarakat

Gejala Korupsisme Masyarakat

Nasional
KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

Nasional
Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Nasional
Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com