JAKARTA, KOMPAS.com - TNI Angkatan Udara (AU) kini memiliki skuadron khusus untuk para penerbang pesawat terbang tanpa awak (PTTA) atau drone tempur, yakni Skuadron Pendidikan (Skadik) 103.
Peresmian Skadik 103 tertuang dalam keputusan Kepala Staf TNI AU (KSAU) nomor KEP/159/IV/2023.
“Skuadron Pendidikan 103 terhitung mulai hari ini, secara resmi dinyatakan diaktifkan kembali dan mulai beroperasi sebagai skuadron pendidikan penerbang PTTA,” kata KSAU Marsekal Fadjar Prasetyo di Lanud Wiriadinata Tasikmalaya, Jawa Barat, pada Selasa (22/8/2023), dikutip dari Youtube TNI AU Airmen TV.
Sementara itu, Kepala Dinas Penerangan TNI AU (Kadispenau) Marsekal Pertama R Agung Sasongkojati mengatakan, Skadik 103 awalnya merupakan skuadron pendidikan penerbang untuk tingkat lanjut dengan pesawat MK-53 Hawk. Namun, sejak 1985, nama skadik itu berganti menjadi skuadron Udara 15.
“Nama skuadron ini (Skadik 103) digunakan kembali untuk skuadron latih pesawat tanpa awak,” kata Agung, Selasa (15/8/2023).
KSAU Fadjar mengungkapkan pentingnya penggunaan pesawat nirawak atau drone tempur dalam dunia militer saat ini.
Ia mengatakan bahwa pesawat nirawak sebagai game changer atau pengubah permainan dalam perang modern.
“Di dunia militer, pesawat terbang tanpa awak (PTTA) dinilai sebagai game changer pada pertempuran modern. Kita dapat melihat betapa krusialnya peranan PTTA dalam perang modern,” kata Fadjar di Lanud Wiriadinata, Selasa kemarin.
Baca juga: KSAU Resmikan Skadron Pendidikan untuk Para Penerbang Drone Tempur
KSAU mencontohkan konflik di Afghanistan, konflik Armenia-Azerbaijan hingga konflik Ukraina-Rusia yang saat ini masih berlangsung.
Oleh karena itu, TNI AU memerlukan skuadron pendidikan khusus untuk para penerbang pesawat nirawak atau PTTA.
Fadjar mengatakan, pengoptimalan PTTA menjadi salah satu syarat penting guna mewujudkan TNI AU sebagai angkatan udara yang disegani di kawasan.
Baca juga: Skadik 103 TNI AU Diresmikan Tahun Ini, Sekolah Penerbang Pesawat Tanpa Awak
Sebelumnya, mantan KSAU Marsekal (Purn) Chappy Hakim mengatakan bahwa saat ini masyarakat memasuki era cyber war atau era perang siber.
Hal ini, menurut dia, terlihat salah satunya dari tidak adanya desain pesawat tempur baru dalam beberapa tahun terakhir.
Chappy mengungkapkan bahwa 20 hingga 30 tahun lalu, masyarakat masih mendengar desain pesawat tempur baru seperti F-22 Raptor atau F-35 buatan Amerika Serikat. Namun, tidak demikian belakangan ini.
“Mengapa? Karena mereka sudah berpindah ke drone. Karena sudah memasuki cyber war,” ucap Chappy dalam seminar bertajuk “Pertahanan Cerdas 5.0 Ibu Kota Nusantara” di Hotel Borobudur Jakarta, dipantau secara daring, Kamis (25/5/2023).