KOMPAS.com - Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara (PLN) Indonesia Power (IP) Edwin Nugraha Putra mengatakan, pihaknya mendukung penuh langkah pemerintah dalam menekan polusi udara.
Dia menjelaskan, dalam mengoperasikan pembangkit listrik, pihaknya menjunjung tinggi prinsip environmental, social, and governance (ESG) karena PLN IP memperhatikan emisi gas buang dari pembangkit.
"Selama PLTU atau pembangkit listrik tenaga gas dan uap (PLTGU) beroperasi, kami selalu berupaya tekan emisinya semaksimal mungkin, serta dimonitor secara real time terhubung langsung dengan dashboard Kementerian LHK," ujarnya dalam siaran pers, Senin (21/7/2023).
Dalam hal ini, salah satu sub holding PLN itu menerapkan berbagai teknologi ramah lingkungan guna menekan emisi dari pembangkit listrik berbasis batubara.
Erwin memaparkan, operasional pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) PLN IP telah dilengkapi dengan teknologi ramah lingkungan termutakhir, yakni Electrostatic Precipitator (ESP) dan Continuous Emission Monitoring System (CEMS).
Baca juga: PLN IP Siapkan Proyek-proyek Energi Terbarukan untuk Didanai JETP
Teknologi itu digunakan untuk memastikan emisi gas buang dari operasional pembangkitan ditekan semaksimal mungkin.
ESP merupakan teknologi ramah lingkungan pada PLTU yang berfungsi menangkap debu dari emisi gas buang.
Teknologi ini didesain untuk menyaring dan menangkap debu dengan ukuran sangat kecil (kurang dari 2 micrometer) hingga 99,9 persen, serta teknologi ramah lingkungan pengendali polutan lainnya (NOx dan SOx).
Erwin menyebutkan, seluruh pembangkit PLN IP di sekitar Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekas (Jabodetabek) telah memakai teknologi ESP, yaitu PLTU Suralaya 1-7, PLTU Lontar, PLTU Pelabuhan Ratu, PLTU Labuan, dan PLTU Suralaya 8.
"Berbagai upaya yang dilakukan PLN IP di atas berhasil memperbaiki kualitas udara ambien di sekitar lokasi pembangkit di Jakarta dan Banten,” ungkapnya.
Baca juga: Gandeng Perusahaan China, PLN IP Kembangkan Pembangkit EBT 5.000 MW di Morowali
Dia menyebutkan, Parameter Particulate Matter (PM) 2.5 di sekitar lokasi pembangkit menunjukkan tren yang cenderung menurun dan masih di bawah Baku Mutu Ambien (BMA) yang ditetapkan pemerintah.
Perlu diketahui, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kementerian LHK) menetapkan ambang batas baku mutu emisi pembangkit tenaga listrik sebesar 550 mg/Nm3 untuk parameter SO2 dan NOx. Lalu 100 mg/Nm3 untuk parameter partikulat pada PLTU Batubara.
Kemudian, parameter untuk PLTGU sebesar 150 mg/Nm3 untuk parameter SO2, 400 mg/Nm3 untuk parameter NOx, dan 30 mg/Nm3 untuk parameter partikulat.
Sementara itu, CEMS merupakan teknologi yang digunakan untuk memantau emisi pembangkit secara terus menerus.
Emisi yang keluar dari cerobong dapat dipantau secara real time dan dipastikan tidak melebihi BMA yang ditetapkan Kementerian LHK.
Baca juga: PLN IP Cari Mitra Strategis Bangun Pembangkit Energi Hijau dan Bersih 7 GW