Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rudi Hartono
Penulis Lepas dan Peneliti

Penulis lepas dan pendiri Paramitha Institute

Merdeka dari Korupsi

Kompas.com - 18/08/2023, 15:20 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MENJELANG penutup abad ke-19, tepatnya pada 1860, terbit novel yang menggemparkan Hindia-Belanda. Novel yang ditulis oleh nama pena “Multatuli” itu penuh gugatan terhadap praktik kolonialisme di Hindia-Belanda.

Pramoedya Ananta Toer menyebut “Max Havelaar” sebagai “buku yang membunuh kolonialisme”.

Novel ini turut memantik api nasionalisme di Hindia-Belanda. Banyak tokoh pergerakan pada masa awal, seperti Kartini, Tirto Adhisuryo, dan Agussalim, tergugah kesadarannya oleh novel ini.

Menariknya, selain gugatan terhadap kolonialisme, novel ini menelanjangi praktik korupsi yang melibatkan penguasa pribumi (bupati dan para demang) dan administratur kolonial. Novel ini menyingkap kelindan antara korupsi dan kolonialisme.

Ketika Belanda menaklukkan Nusantara, jumlah mereka tak lebih dari 22.000 orang. Agar bisa berkuasa lama di negeri yang berpenduduk besar dan maha luas ini, mereka butuh memanfaatkan struktur lama warisan sistem feodal Nusantara: raja dan bangsawan.

Mereka diangkat menjadi bupati, demang/patih, wedana, asisten wedana, dan lain-lain. Itu yang membuat praktik korupsi berjalan beriringan dengan kolonialisme.

Sehingga, ketika api kebangsaan mulai berkobar, musuhnya bukan hanya korupsi, tetapi penyakit-penyakit sosial yang membuat bangsa ini terbelakang dan terjajah: feodalisme dan korupsi.

Sayang sekali, setelah Indonesia merdeka, hanya kekuasaan kolonial yang ambruk. Penyakit sosial yang merusak, seperti patrimonialistik, patron-klien dan korupsi, masih bertahan.

Bahkan, ketika Orde Baru berkuasa selama lebih dari tiga dekade, praktik-praktik itu tetap lestari.

Korupsi masih lestari

Hari ini, memperingati Proklamasi Kemerdekaannya ke-78, Indonesia belum merdeka dari korupsi.

Melihat data KPK, lembaga ini telah menangani 1.519 kasus korupsi sepanjang 2004-2022. Sebanyak 521 tersangka memiliki irisan dengan politik, mulai dari anggota legislatif (DPR RI dan DPRD) hingga kepala daerah (gubernur, wali kota, ataupun bupati).

Sejak reformasi 1998 hingga sekarang, sudah ada 15 menteri dari 7 periode pemerintahan yang tersangka korupsi.

Kenyataan itu juga yang membuat skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia selalu menghuni papan bawah dunia.

Pada 2022, IPK Indonesia hanya 34 poin dan berada di peringkat ke-110 dari 180 negara. Skor ini turun 4 poin dari 2021 yang berada pada skor 38 atau merupakan penurunan paling drastis sejak 1995.

Korupsi masih lestari karena penyakit warisan feodal, seperti patrimonialisme masih terawat baik dalam kultur politik Indonesia. Penyakit patrimonialisme masih menjangkiti hampir semua lembaga politik, dari parpol, parlemen, hingga pemerintahan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 1 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 1 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Nasional
Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Nasional
TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

Nasional
Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Nasional
PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

Nasional
Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Nasional
Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Nasional
Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Nasional
PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

Nasional
Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Nasional
Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Nasional
Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Nasional
Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com