PERAYAAN kemerdekaan Republik Indonesia ke-78 gegap gempita dirayakan seluruh bangsa di berbagai daerah.
Pemasangan bendera Merah Putih sebagai simbol bangsa dilakukan secara serentak sejak awal Agustus 2023, termasuk dilakukan pula di kendaraan roda empat. Bahkan saya jumpai pemasangan bendera Merah Putih oleh para tukang ojek online.
Demikian juga tak sedikit yang sengaja mendaki gunung untuk mencapai puncak demi mengibarkan sang Merah Putih. Hal ini bukti nyata dari kecintaan rakyat terhadap bangsanya.
Sementara itu di kalangan elite politik, sebagai para pengelola negeri merayakan kemerdekaan dengan sibuk safari politik demi meraih hasrat kekuasaan.
Para elite menggalang kerjasama politik, untuk tidak menyebut koalisi politik, istilah yang belakangan dihindari, yang tidak lain sekadar eufemisme bahasa.
Penghalusan, ya inilah sejatinya yang sedang dilakukan oleh elite politik demi memuluskan meraih kekuasaan dan jabatan.
Kerjasama politik antarpartai politik dengan tujuan menggolkan calon presiden yang akan diusung pada Pemilu 14 Februari 2024.
Tindakan ini sesuatu yang lumrah dalam dunia politik praktis. Ada segudang masalah yang sedang dihadapi bangsa ini.
Tidak mudah menyelesaikannya jika tidak ada kolaborasi seluruh pemangku kepentingan di republik ini; pemerintah, masyarakat sipil, akademisi, dunia usaha, media, tak terkecuali partai politik.
Di antara permasalahan besar yang dihadapi oleh bangsa ini, yakni pertama kemiskinan, sekurang-kurangnya hingga Maret 2023 berdasarkan data dari BPS masih di kisaran 9,36 persen, hanya menurun 0,18 persen poin dibandingkan Maret 2022.
Apabila dikonversi, jumlah penduduk miskin masih sebanyak 25,90 juta orang, angka yang tidak biasa-biasa saja.
Ini pun dengan catatan pengeluarannya hanya sebesar Rp 550.458/kapita/bulan. Angka ini diukur dari kemampuan konsumsi atau pengeluaran seseorang untuk memenuhi kebutuhan dasar secara ekonomi.
Pengukuran ini disebut dengan dimensi moneter, yaitu cost of basic needs approach atau biaya yang dikeluarkan seseorang untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan non-makanan setiap orang per bulan.
Diperlukan upaya sungguh-sungguh dari pelbagai pemangku kepentingan dengan melakukan kerjasama secara konsisten memutus mata rantai kemiskinan yang dialami oleh rakyat.
Permasalahan kedua, yaitu masih tingginya korupsi. Berdasarkan data dari Transparency International Indonesia (TII), Indeks Persepsi Korupsi bangsa ini berada di skor 34 dan berada di peringkat ke-110 dari 180 negara yang disurvei.