Buruk, tiada kata lain yang pantas disematkan. Bahkan skor ini turun empat poin dari tahun 2021 yang berada pada skor 38, merupakan penurunan paling drastis sejak 1995.
Korupsi terjadi dengan kasat mata dalam sistem politik, dalamnya konflik kepentingan antara politisi dan pelaku usaha, serta pembayaran ekstra/suap untuk izin ekspor-impor perdagangan apapun.
Bentuk-bentuk korupsi politik yang ditemukan di antaranya suap, gratifikasi, hingga konflik kepentingan antara politisi, pejabat publik, dan pelaku usaha makin lumrah terjadi.
Hal ini terkonfirmasi dengan tidak sedikit ditangkapnya kepala daerah bupati/wali kota/gubernur termasuk anggota legislatif, dan juga tak sedikit pula melibatkan menteri berikut pejabat di kementerian/lembaga negara.
Permasalahan ketiga, yakni terorisme. Hal ini lebih dekat pemahaman yang keliru terhadap doktrin agama.
Terbaru kasus ditangkapnya karyawan BUMN PT KAI semakin menguatkan hasil riset yang menunjukkan bahwa pemahaman ekstrem dan sekaligus mengarah pada terorisme makin dekat di kehidupan warga.
Sementara awal Agustus, ditangkap dua warga Boyolali yang siap melakukan amaliah, dengan cara bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar Bandung oleh Densus 88.
Dari sini diperlukan sosialiasi moderasi beragama kepada seluruh umat beragama di Indonesia tanpa terkecuali.
Selain itu juga moderasi beragama semestinya tidak menjadi monopoli salah satu kelompok masyarakat yang merasa paling moderat di antara kelompok-kelompok yang lain. Sehingga seakan menegasikan peran kelompok-kelompok masyarakat lainnya.
Pancasila sebagai ideologi negara sudah menjadi perekat seluruh elemen bangsa yang sangat beragam tanpa terkecuali. Hal ini telah diamini oleh pelbagai kelompok masyarakat agama, suku, ras, golongan dari manapun.
Hambatannya, yakni implementasi dari nilai-nilai Pancasila yang bukannya semakin merasuk sebagai karakter bangsa.
Justru yang dirasakan di era revolusi industri 5.0 ini malah nilai-nilai Pancasila secara perlahan tergerus dengan mudahnya.
Misalnya yang belakangan marak adalah dengan mudahnya keluar ujaran kebencian dengan cara umpatan-umpatan di ruang publik. Termasuk di akun-akun media sosial.
Dan tragisnya keluar dari lisan seorang maupun kelompok masyarakat yang dianggap intelektual. Semakin lengkap pula dengan tidak ada tindakan hukum yang membuat efek jera, karena seringkali berakhir sekadar di atas surat bermeterai senilai Rp 10.000.
Hasil survei Ipsos pada 2023 ini di 26 menunjukkan sebanyak 66 persen responden warga global mengaku beragama maupun berkeyakinan. Sementara hanya 29 persen warga global yang mengaku agnostic dan ateis.