JAKARTA, KOMPAS.com- Pakar hukum tata negara Jimly Asshiddiqie menilai, judicial review mengenai syarat usia minimum calon presiden dan wakil presiden adalah masalah sepele yang bisa diselesaikan oleh pembentuk undang-undang.
Menurut Jimly, persoalan tersebut hendaknya tidak perlu diuji konstitusionalitasnya karena aturan itu bebas diatur lewat undang-undang.
"Itu kan soal masalah sepele, tetek bengek, terserah pembentuk undang-undang. Apa coba, mau (umur) 35, 30, 25, 40, 60? Dasarnya apa? Ya, diatur di undang-undang itu saja," kata Jimly di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (16/8/2023).
Kendati demikian, Jimly tidak menjawab mengenai langkah yang semestinnya diambil Mahkamah Konstitusi (MK) dalam menangani gugatan itu.
Baca juga: Soal Batas Usia Cawapres 35 Tahun, JK: Tanpa Pengalaman, Bagaimana Bisa Pimpin 270 Juta Orang?
Ia hanya menekankan bahwa tidak semua persoalan perlu dibawa ke MK untuk diuji kesesuaiannya dengan Undang-Undang Dasar 1945.
"Saya mau bicarakan masalah usia itu requirement teknis, persyaratan teknis, itu bukan urusan konstitusionalitas. Masa air di laut, cekcok rumah tangga, dikait-kaitkan dengan konstitusi? Ya, kejauhan," kata mantan ketua MK ini.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah ini juga berharap agar gugatan itu tidak dipolitisasi karena akan membuat malu Presiden Joko Widodo.
Baca juga: Tegaskan Tak Ada Tekanan soal Batas Usia Cawapres, Ketua MK: Siapa yang Bisa Desak?
"Saya rasa enggak usah dipolitisasi, itu bikin malu Pak Jokowi, iya dong, enggak mungkin, dah lah lupakanlah," kata Jimly.
Untuk diketahui, MK tengah menangani dua perkara judicial review terkait syarat minimum usia dalam pencalonan presiden dan wakil presiden.
Perkara pertama adalah perkara nomor 29/PUU-XXI/2023 diajukan oleh kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Dedek Prayudi.
PSI meminta batas usia minimum capres-cawapres 40 tahun dinyatakan inkonstitusional bersyarat sepanjang tidak dimaknai sekurang-kurangnya 35 tahun, seperti ketentuan Pilpres 2004 dan 2009 yang diatur Pasal 6 huruf q UU Nomor 23 Tahun 2003 dan Pasal 5 huruf o UU Nomor 42 Tahun 2008.
Sementara itu, pada perkara nomor 51/PUU-XXI/2023, penggugat merupakan Sekretaris Jenderal dan Ketua Umum Partai Garuda Yohanna Murtika dan Ahmad Ridha Sabhana.
Petitum dalam gugatan Partai Garuda persis dengan perkara nomor 55/PUU-XXI/2023 yang diajukan duo kader Gerindra, yakni Wali Kota Bukittinggi Erman Safar dan Wakil Bupati Lampung Selatan Pandu Kesuma Dewangsa.
Mereka meminta agar batas usia minimum capres-cawapres tetap 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara.
Dalam perjalanan perkara ini, DPR dan pemerintah kompak memberi sinyal setuju agar batas minimum usia calon presiden dan wakil presiden turun dari 40 ke 35 tahun atau berpengalaman sebagai penyelenggara negara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.