JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama, Ari Junaedi, menduga, keputusan Partai Golkar yang urung mengusung Airlangga Hartarto sebagai calon presiden (capres) Pemilu 2024 tak lepas dari elektabilitas ketua umum partai beringin itu.
Menurut survei berbagai lembaga, tingkat elektoral Airlangga berada di papan bawah, di kisaran angka 1 persen. Angka ini jauh di bawah elektabilitas sejumlah tokoh, seperti Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, dan Anies Baswedan.
Atas situasi itu, tak heran jika Golkar turut mendukung pencapresan Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto.
“Jika merujuk hasil berbagai survei oleh sejumlah lembaga, harus diakui memang elektabilitas Airlangga sangat minimal sehingga tidak mencalonkan Airlangga adalah langkah yang bijak,” kata Ari kepada Kompas.com, Selasa (15/8/2023).
Baca juga: Didukung 4 Parpol Parlemen, Potensi Prabowo Menang Pilpres Terbuka, Asalkan...
Namun demikian, Ari mengatakan, Golkar sedianya punya modal besar untuk menempatkan kadernya jadi cawapres pendamping Prabowo. Sebab, partai beringin itu dinilai selevel dengan Gerindra.
Pada Pemilu 2019, perolehan suara Golkar dan Gerindra hampir sama. Saat itu, Golkar mendapat 17.229.789 suara, sedikit di bawah Gerindra yang mengantongi 17.596.839 suara.
Jika dikonversi ke kursi DPR RI, perolehan kursi Golkar pada Pemilu 2019 justru unggul dari Gerindra. Golkar mendapat 85 kursi, sedangkan Gerindra memperoleh 78 kursi DPR RI.
“Golkar sebagai kendaraan politik yang besar bahkan selevel Gerindra dalam perolehan suara di Pemilu 2019 akan sangat mubazir jika tidak menargetkan di posisi cawapres,” ujar Ari.
Baca juga: Setelah Deklarasi Bersama 4 Partai Mengusung Prabowo Subianto...
Perolehan suara Golkar jauh melampaui dua partai politik lain yang juga mendukung Prabowo yakni Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Amanat Nasional (PAN).
Pada Pemilu 2019, PKB mengantongi 13.570.970 suara dengan konversi 58 kursi DPR RI. Sementara, PAN mendapatkan 9.572.623 suara dengan konversi 44 kursi DPR RI.
Atas besarnya modal ini, menurut Ari, setidaknya Golkar bisa berperan sebagai “asisten masinis” gerbong koalisi pendukung Prabowo.
“Dengan modalitas politik yang dimiliki Golkar, sangat mubazir hanya menjadi penumpang koalisi,” tuturnya.
Meski begitu, lanjut Ari, batalnya pencapresan Airlangga oleh Golkar mestinya diputuskan melalui forum yang selevel dengan musyawarah nasional (munas).
Sebab, rencana pencapresan Airlangga semula diputuskan dalam Munas Golkar 2019.
“Jika Airlangga Hartarto telah mendapat mandat sebagai capres melalui Munas Partai Golkar, maka mengubah arah dukungan dengan menyokong pencapresan Prabowo Subianto dari Partai Gerindra harusnya juga melalui forum munas,” kata dosen Universitas Indonesia itu.
Baca juga: Dukung Prabowo Capres, PAN Tawarkan Erick Thohir Jadi Cawapres