KOMPAS.com - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Puan Maharani menyoroti berbagai krisis multidimensi di kawasan Asia Tenggara (ASEAN) dan global selama Sidang Umum ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA) ke-44.
Adapun Sidang Umum AIPA ke-44 digelar di Fairmont Hotel, Jakarta pada 5-10 Agustus 2023.
Puan mengatakan, situasi dunia saat ini masih dihadapkan pada fragmentasi antarnegara, ketegangan dan konflik geopolitik, ketimpangan sosial dan ekonomi, kemiskinan, dan kejahatan transnasional.
“Masalah lainnya adalah tren pertumbuhan ekonomi global yang melambat, ancaman perubahan iklim yang semakin berdampak, dan pascapandemi yang belum tuntas,” katanya dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Jumat (11/8/2023).
Hal tersebut dikatakan Puan saat mengundang para delegasi untuk mengunjungi Taman Mini Indonesia Indah (TMII) sebagai miniatur Indonesia, Kamis (10/8/2023).
Baca juga: DPR RI Ajak Delegasi AIPA Kunjungi TMII untuk Nikmati Beragam Budaya RI
Puan mengatakan, tema Sidang AIPA ke-44 "Responsive Parliaments for a Stable and Prosperous ASEAN" merupakan komitmen dalam menjawab berbagai tantangan dan permasalahan global serta regional. Hal ini untuk menuju kawasan damai, stabil, dan sejahtera.
Perempuan pertama yang menjabat Ketua DPR RI itu pun meminta AIPA menjaga soliditas ASEAN.
“Di tengah berbagai permasalahan di masing-masing negara, tetap perlu menjaga komitmen bahwa kebersamaan ASEAN akan saling membantu dan menguatkan. Bersama-sama, ASEAN akan menjadi lebih kuat,” katanya.
Sebelumnya, Puan juga berharap, tema AIPA tersebut dapat berlanjut di AIPA 2024 yang akan digelar di Laos pada Oktober 2024. Sebab, berbagai tantangan yang dihadapi saat ini tidak dapat diselesaikan dalam satu tahun saja.
Baca juga: Kunjungi DPR RI, Parlemen Laos Ingin Belajar Menyelenggarakan AIPA
“Saya berpandangan beberapa hal yang dapat terus dibahas pada AIPA 2024, di antaranya sentralitas ASEAN dalam menjaga stabilitas Asia Tenggara serta kemajuan signifikan atas implementasi konsensus lima poin tentang Myanmar,” jelas Puan saat mengadakan pertemuan bilateral dengan President of National Assembly of Laos Xaysomphone Phomvihane di Gedung DPR, Rabu (9/8/2023).
Adapun untuk perdamaian di Laut China Selatan, Puan mengatakan, akan berlandaskan UNCLOS 1982 dengan mengedepankan dialog untuk mengelola rivalitas major powers di kawasan.
Wakil Ketua DPR RI Lodewijk F Paulus yang menjadi pimpinan Delegasi Indonesia di Sidang Umum AIPA ke-44 juga menyinggung sengketa Laut China Selatan dan situasi di Myanmar.
Indonesia menjadi salah satu mediator untuk negara-negara yang terlibat dalam sengketa Laut China Selatan. Hingga kini, persoalan ini masih menjadi polemik bagi sejumlah negara di Asia Tenggara.
Baca juga: Usai Tutup Sidang AIPA Ke-44, Puan Gelar Solidarity Dinner sebagai Wujud Esensi ASEAN
“Situasi tersebut, termasuk perkembangan dinamis di Indo-Pasifik, tidak boleh membuat kita berdiam diri dan tidak bertindak,” ujarnya.
Lodewijk mengatakan, AIPA dituntut mengambil langkah-langkah yang cepat, tepat, dan berkelanjutan guna memastikan keamanan dan kemajuan bagi rakyat serta menjaga agar harapan mereka tetap tumbuh.
Di awal sidang, dia juga meminta negara-negara ASEAN mengatasi tantangan global yang dihadapi kawasan, seperti kemiskinan, ketimpangan, dan bencana iklim.
Sementara itu, Ketua Dewan Legislatif Brunei Darussalam, Pehin Dato Abdul Rahman Taib mendorong kolaborasi timbal balik dan kerja sama bagi anggota parlemen AIPA.
Baca juga: Tutup Sidang AIPA Ke-44, Puan: Suara Rakyat Adalah Suara Parlemen
Menurutnya, ASEAN dapat secara kolektif mengatasi tantangan, mendorong pembangunan yang inklusif, membangun komunitas ASEAN yang stabil dan sejahtera, serta sejalan dengan kebutuhan dan aspirasi generasi sekarang dan mendatang.
Wakil Presiden Kedua Senat Kerajaan Kamboja, Kitti Sangkaha Bandit Tep Ngorn yang memimpin delegasi negaranya juga menyinggung soal ketahanan ekonomi di ASEAN.
Ia mendorong pertumbuhan ekonomi dengan inklusi sosial dan lingkungan.