JAKARTA, KOMPAS.com - Para aktivis politik Indonesia di Australia yang berupaya mempertahankan kemerdekaan usai Proklamasi 17 Agustus 1945 mempunyai sejumlah kisah unik yang terselip dalam perjuangan mereka.
Para aktivis politik Indonesia itu dibawa ke Australia oleh Belanda menghindari serangan Jepang pada 1942. Mereka mulanya ditahan di kamp Tanah Merah, Digul, Papua.
Setelah mendengar berita proklamasi kemerdekaan dibacakan oleh Soekarno, salah satu aktivis politik di Australia yakni Mohamad Bondan mendirikan Central Komite Indonesia Merdeka (CENKIM).
Para aktivis politik itu baru bisa leluasa menyebarkan informasi proklamasi kemerdekaan, setelah pemerintah Hindia-Belanda yang berada di pengasingan mengendurkan penjagaan akibat tekanan pemerintah Australia yang bersimpati terhadap perjuangan kemerdekaan.
Baca juga: Jika Tidak Dijajah Jepang, Akankah Indonesia Merdeka 17 Agustus 1945?
Setelah itu, pemerintah Belanda tidak membantu para aktivis itu dari sisi keuangan. Alhasil mereka putar otak mencari jalan buat menghidupi diri sendiri dan organisasi.
Beberapa cara yang dilakukan oleh para aktivis politik itu buat mendapat pemasukan adalah dengan bekerja sebagai penerjemah, menjadi buruh angkut di pasar sampai pelabuhan.
Selain itu, mereka juga menjual lencana pro kemerdekaan Indonesia seharga 3 shiling.
Para aktivis itu juga menjual surat kabar atau tabloid yang diterbitkan CENKIM.
Baca juga: Mau Lihat Upacara 17 Agustus di Istana? Daftar ke Sini!
CENKIM juga dipercaya oleh pemerintah Australia buat menjadi perantara proses pemulangan (repatriasi) orang-orang Indonesia dari negara itu.
Proses pemulangan itu berlangsung dalam 3 gelombang sampai 3 Februari 1946.
Dalam buku Spanning a Revolution: the Story of Mohamad Bondan and the nationalist movement disebutkan, Menteri Imigrasi Australia Arthur Calwell meminta bantuan CENKIM dalam proses repatriasi itu karena di antara orang-orang Indonesia itu ada yang enggan kembali.
Pemulangan pertama terjadi pada 1945 yang mengangkut 1.416 orang. Akan tetapi, terjadi persoalan dalam repatriasi itu karena aparat keamanan Belanda menurunkan dan menahan 44 orang yang masuk dalam daftar hitam.
Baca juga: Negara yang Terlibat dalam Penyelesaian Agresi Militer Belanda II
CENKIM kemudian protes kepada pemerintah Australia akiba peristiwa itu. Alhasil dalam proses pemulangan kedua CENKIM meminta pemerintah Australia menjamin keamanan warga Indonesia yang dipulangkan.
"Saya sebagai sekjen CENKIM telah mengajukan tuntutan-tuntutan itu kepada Menteri Calwell, supaya repatrian diserahkan kepada Pemerintah Republik dan diturunkan di pelabuhan yang dikontrol Republik," kata Bondan dalam buku itu.
CENKIM juga mengurus persoalan Australian Wives atau perempuan Australia yang diperistri oleh warga Indonesia.
Urusan Australian Wives menjadi perhatian setelah para suami mereka yang rata-rata pelaut dipulangkan ke Indonesia.
CENKIM juga dipercaya oleh para lelaki Indonesia yang mempunyai istri perempuan Australia sebagai perantara buat memberikan uang tunjangan.
Baca juga: Indonesia Sambut Baik Upaya Belanda Kembalikan Ratusan Artefak Budaya
Selain itu, sejumlah pengurus CENKIM juga menjadi mediator bagi persoalan rumah tangga para pelaut Indonesia. Sebab, ternyata di antara mereka ada yang sudah mempunyai istri di Indonesia.
Ada juga beberapa dari lelaki Indonesia itu yang memilih tidak kembali ke Tanah Air dan menghabiskan hidupnya di Negeri Kanguru.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.