JAKARTA, KOMPAS.com - Waktu baru menunjukkan pukul 04.00 pagi tanggal 17 Agustus 1945. Namun, rumah Laksamana Maeda yang terletak di Jalan Imam Bonjol Nomor 1 (ketika itu disebut Jalan Miyakodoori), Menteng, Jakarta Pusat, sudah ramai.
Di ruangan besar bagian depan rumah telah berkumpul para anggota “Badan Persiapan Kemerdekaan”, sejumlah pemuda, dan beberapa orang lainnya.
Beberapa anggota Badan Persiapan Kemerdekaan yang hadir di antaranya, Radjiman Wedyodiningrat, Soepomo, Sam Ratulangi, Latuharhary, Boentaran Martoatmodjo, dan Iwa Kusumasumantri. Sedangkan dari kelompok muda, antara lain hadir Sukarni, Chaerul Saleh dan BM Diah.
Di ruangan tersebut tak ada kursi. Oleh karenanya, semua orang yang hadir berdiri.
Baca juga: Liku-liku Belanda Akui 17 Agustus 1945 Hari Kemerdekaan Indonesia
Para anggota Badan Persiapan Kemerdekaan mengelompok di tengah ruangan. Di depan mereka, berdiri sosok Soekarno dan Hatta.
Saat itulah, Soekarno menyampaikan bahwa situasi begitu mendesak. Bahwa janji memproklamasikan kemerdekaan Indonesia harus segera ditepati.
Dalam genggaman tangan Soekarno, terselip secarik kertas bertuliskan kalimat tulis tangan, berbunyi naskah Proklamasi kemerdekaan.
“Sekarang kita sudah memiliki rencana naskahnya. Dan saya harap Saudara-saudara sekalian dapat menyetujuinya, sehingga kita dapat melangkah lebih lanjut dan menjelaskan soal ini sebelum fajar menyingsing,” kata Soekarno sebagaimana digambarkan Achmad Soebardjo yang dituliskan Harian Kompas, 16 Agustus 1969.
Dengan sangat perlahan, Soekarno lantas membacakan teks Proklamasi dari kertas yang dia genggam, sehingga setiap orang di ruangan bisa mendengar kata demi kata.
Alinea ketiga Pembukaan UUD 1945 itu berbunyi, “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini, kemerdekaannya”.
Sementara, kalimat kedua teks Proklamasi merupakan gagasan Bung Hatta.
Dikisahkan oleh Soebardjo, sebelum menuliskan kalimat pertama teks Proklamasi, Soekarno bertanya ke dirinya mengenai bunyi Pembukaan UUD.
“Ya, saya ingat, tetapi tidak semua kalimat-kalimat-kalimatnya,” ucap Soebardjo ke Soekarno saat itu.
“Tidak apa, yang kita perlukan hanya frasa yang relevan mengenai Proklamasi, bukan seluruh teks,” jawab Soekarno.
Baca juga: Bandung Lautan Api: Saat Para Pejuang Membumihanguskan Kota buat Kemerdekaan Indonesia