Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Parpol Selain PDI-P Dinilai Perlu Revisi "Presidential Threshold" Usai Pilpres 2024

Kompas.com - 31/07/2023, 15:09 WIB
Vitorio Mantalean,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti utama politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Siti Zuhro, menilai bahwa 8 partai politik (parpol) yang duduk di DPR RI perlu segera merevisi ketentuan ambang batas pencalonan presiden yang termuat di dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Dengan aturan yang kerap disalahartikan sebagai "presidential threshold" ini, maka calon presiden dan wakil presiden hanya bisa diusung oleh parpol/gabungan parpol dengan raihan minimal 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional.

Di Senayan, hanya PDI-P satu-satunya parpol yang telah memenuhi ambang batas itu. Siti menyinggung bahwa 8 parpol selain PDI-P sudah merasakan dampak buruk kebijakan yang memang tidak diperlukan ini.

Baca juga: Partai Buruh: Indonesia Pionir Presidential Threshold di Dunia, Rusia Kalah

"Golkar merasakan, Gerindra merasakan, PKB merasakan, semua partai menengah merasakan, tidak bisa mandiri dia," kata Siti dalam focus group discussion Partai Buruh di Gedung Joang '45, Jakarta, Senin (31/7/2023).

"Ini yang mungkin ke depan kita mintakan partai politik itu melakukan revisi (ketentuan ambang batas pencalonan presiden), karena kan mereka sendiri sudah merasakan," ungkapnya.

Siti menyebutkan, baru kali ini parpol-parpol terlihat tak mandiri dan tak percaya diri karena harus bergantung pada kekuatan politik lain.

Padahal, banyak parpol sudah memiliki jagoannya masing-masing yang berasal dari kader partai sendiri untuk berlaga di Pilpres 2024.

Baca juga: Partai Buruh Yakin Temukan Celah Presidential Threshold Dihapus MK

Ambil contoh, Gerindra sepakat mengusung ketua umum mereka, Prabowo Subianto. PKB satu suara calonkan Muhaimin Iskandar. Sedangkan Golkar ngotot mengajukan Airlangga Hartarto.

Namun, keinginan itu tak bisa berjala mulus. Para ketua umum parpol masing-masing harus mengalah dengan peta politik demi mencari kemenangan partainya di Pilpres 2024, walau wajahnya tak masuk surat suara.

Hanya PDI-P yang percaya diri mengusung kadernya, Ganjar Pranowo, karena tiket pencalonan presiden sudah di tangan lantaran menguasai 128 kursi (22,26 persen) DPR RI.

Desakan untuk merevisi melalui jalur parlementer ini, dinilainya, menjadi masuk akal karena berbagai elemen masyarakat sipil dan parpol sudah berupaya melakukan revisi melalui uji materi ke Mahkamah Konstitusi.

Baca juga: Gugat Presidential Threshold, Partai Buruh Enggan Dipaksa Koalisi dengan Parpol Pendukung UU Ciptaker

Namun, dari 30 gugatan yang sudah dilayangkan, nihil yang dikabulkan majelis hakim. Partai Buruh menjadi pihak ke-31 yang mengajukan gugatan.

Sejauh ini, Mahkamah selalu menyampaikan bahwa mereka belum mengubah pendirian mereka terkait "presidential threshold", bahwa kebijakan ini dianggap dapat memperkuat sistem presidensialisme.

Dalam banyak putusan, majelis hakim juga beranggapan bahwa kebijakan ini merupakan ranah pembentuk undang-undang (open legal policy).

Mereka juga berharap para penggugat lain memiliki argumen yang berbeda.

Baca juga: Partai Buruh Uji Materi Presidential Threshold ke MK Pekan Depan, Jadi Gugatan Ke-31

"Ambang batas pencalonan pilpres itu sangat tidak relevan, tidak signifikan, dan tidak urgen untuk kita laksanakan. Tidak punya landasan hukumnya, dan dampaknya sangat buruk terhadap Indonesia," jelas Siti.

"Insya Allah segera setelah Pemilu 2024, akan ada revisi paket undang-undang politik ini, termasuk juga Undang-Undang tentang Partai Politik," tutupnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tawaran Posisi Penting untuk Jokowi Setelah Tak Lagi Dianggap Kader oleh PDI-P

Tawaran Posisi Penting untuk Jokowi Setelah Tak Lagi Dianggap Kader oleh PDI-P

Nasional
Diminta Mundur oleh TKN, Berikut 6 Menteri PDI-P di Periode Kedua Jokowi

Diminta Mundur oleh TKN, Berikut 6 Menteri PDI-P di Periode Kedua Jokowi

Nasional
Nasdem Tunggu Jawaban Anies Soal Tawaran Jadi Cagub DKI

Nasdem Tunggu Jawaban Anies Soal Tawaran Jadi Cagub DKI

Nasional
Minimalisasi Risiko Bencana Alam, DMC Dompet Dhuafa dan BNPB Tanam 1.220 Bibit Pohon di Bandung Barat

Minimalisasi Risiko Bencana Alam, DMC Dompet Dhuafa dan BNPB Tanam 1.220 Bibit Pohon di Bandung Barat

Nasional
Syaikhu Sebut Koalisi atau Oposisi Itu Kewenangan Majelis Syuro PKS

Syaikhu Sebut Koalisi atau Oposisi Itu Kewenangan Majelis Syuro PKS

Nasional
Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Nasional
PPP Buka Peluang Usung Sandiaga Jadi Cagub DKI

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga Jadi Cagub DKI

Nasional
Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com