JAKARTA, KOMPAS.com - Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru disebut mengatur terkait hukum yang hidup di masyarakat.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly mengatakan, KUHP berupaya menggabungkan hukum yang terpisah antara hukum positif dan hukum yang hidup di masyarakat.
“Selama ini, dalam hukum pidana dikenal sistem unifikasi hukum. Dalam hal ini, hanya hukum pidana tertulis yang berlaku," ujar Yasonna dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (25/7/2023).
Adapun hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana adalah hukum pidana adat.
Dalam Buku Kesatu Pasal 2 ayat (1) KUHP baru disebutkan bahwa pemberlakuan hukum yang berlaku di masyarakat itu tidak dikurangi meskipun perbuatan terkait tidak diatur dalam undang-undang tersebut.
Baca juga: Uji Materi KUHP Baru soal Pidana Mati, Lambang Negara, dan Unjuk Rasa Kandas di MK
Sementara itu, hukum positif merupakan hukum yang berlaku saat ini dan berlaku mengikat.
Yasonna mengatakan, upaya menggabungkan lingkungan hukum yang berbeda itu perlu menjadi bahan yang dipikirkan saat mengadopsi norma pidana adat yang bakal dituangkan dalam peraturan pemerintah.
Peraturan Pemerintah itu nantinya akan menjadi petunjuk dalam implementasi KUHP baru.
"KUHP nantinya dapat diimplementasikan juga oleh aparat penegak hukum di lapangan,” ujar Yasonna.
Politikus PDI-P ini juga menyebut bahwa hukum yang hidup di masyarakat merupakan hukum yang diakui oleh masyarakat. Sumber aturan itu adalah kebiasaan sehari-hari masyarakat di akar rumput.
Baca juga: Wamenkumham: KUHP Baru Menghadirkan Keadilan Korektif Bagi Pelaku
Menurut Yasonna, norma hukum yang hidup di tengah masyarakat juga menjadi bagian pembentukan hukum.
"Hukum yang hidup dalam masyarakat sebagai dasar untuk menentukan seseorang dapat dipidana atas dasar penuntutan," ujarnya.
Sementara itu, Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy mengatakan, kehidupan masyarakat tidak boleh bertentangan dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, HAM, dan prinsip yang diakui bangsa-bangsa di dunia.
Selain itu, Eddy mengungkapkan, harus terdapat aturan yang ketat yang mengatur kehidupan masyarakat.
Terkait hukum yang hidup di masyarakat, menurut Eddy, bisa menjadi dasar pembenaran hingga pemaaf bagi hakim.
“Bisa digunakan sebagai alasan pembenaran atau alasan, maaf, agar hakim tidak menjatuhkan pidana," kata Eddy.
Baca juga: Tim Ahli Ungkap KUHP Baru Atur Pidana soal Rekayasa Kasus seperti di Kasus Ferdy Sambo
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.