JAKARTA, KOMPAS.com - Pembusukan di tubuh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai kian nyata setelah pegawainya melakukan mark-up uang dinas.
Selain mark-up, juga terdapat kasus pegawai rumah tahanan (rutan) berinisial M melecehkan tahanan tersangka korupsi.
Dari kasus pelcehan ini, terungkap adanya dugaan transaksi mencapai Rp 4 miliar di Rutan KPK yang terindikasi suap, gratifikasi, dan pemerasan terhadap para tahanan.
Ketua Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM Totok Dwi Diantoro menyebutkan, sederet kasus tersebut memperlihatkan bahwa pembusukan di tubuh KPK semakin nyata.
"Menurut saya, telah benar-bebar terjadi pembusukan di KPK. Gejalanya sudah semakin eksesif dan nyata," ujar Totok kepada Kompas.com, Sabtu (15/7/2023).
Baca juga: Dugaan Korupsi di Tubuh KPK: Pegawai Mark-Up Uang Dinas dan Pungli di Rutan
Totok menilai bahwa KPK mempunyai permasalahan terkait dengan beban moral dan integritas.
Permasalahan ini juga yang dianggap tengah dihadapi para pimpinan KPK itu sendiri.
"Pimpinan sendiri memiliki masalah integritas yang tentu menjadi tidak memiliki legitimasi baik di mata internal KPK, lebih-lebih di mata publik," tegas dia.
Baca juga: KPK Duga Penyelundupan Rokok Ilegal Cuma Satu dari Banyak Sumber Setoran yang Diterima Andhi Pramono
Totok mengatakan, jika benar-benar komitmen terhadap pemberantasan korupsi, Presiden Joko Widodo seharusnya menyudahi masa jabatan pimpinan KPK hingga akhir tahun ini, yang disusul pembentukan panitia seleksi.
Menurut dia, langkah ini diperlukan guna mengakhiri rentetan permasalahan integritas yang dihadapi KPK.
"Kalau mau lebih serius lagi, dengan melihat situasi KPK sebagai 'kegentingan yang memaksa', maka Presiden bisa mengeluarkan Perppu. Tetapi, saya tidak yakin itu," imbuh dia.
Sebelumnya diberitakan, dugaan tindak pidana korupsi terjadi di tubuh lembaga yang tugas utamanya menindak para koruptor, KPK.
Mulanya, kasus-kasus tersebut mencuat setelah lembaga antirasuah itu menjadi sorotan karena salah satu pegawai rutan berinisial M melecehkan istri tahanan tersangka korupsi.
Dari kasus itu, terungkap adanya dugaan transaksi mencapai Rp 4 miliar di Rutan KPK yang terindikasi suap, gratifikasi, dan pemerasan terhadap para tahanan.
Modus korupsi di tubuh KPK itu terjadi dalam banyak cara, termasuk pegawai KPK menggelembungkan uang dinas.
Begitu juga adanya suap dalam bentuk pungutan liar (pungli) di rutan KPK. Nominalnya pun tidak bisa dianggap kecil, mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah.
KPK telah meminta maaf atas berbagai persoalan tersebut. Permintaan maaf itu disampaikan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat dimintai tanggapan terkait berbagai korupsi hingga asusila yang terjadi di KPK dalam kurun 2019-2023.
Ghufron mengaku pihaknya kebobolan sehingga peristiwa pidana dugaan korupsi itu justru terjadi di lembaga antikorupsi.
“Saya mungkin atas nama pimpinan, mungkin juga atas nama lembaga menegaskan bahwa KPK meminta maaf kepada masyarakat Indonesia bahwa ternyata KPK juga kebobolan,” kata Ghufron dalam diskusi "Badai di KPK, dari Korupsi, Pencabulan, hingga Perselingkuhan" di Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (13/7/2023).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.